“IMPLEMENTASI MUSRENBANGDES DALAM
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MCK”
( Studi Kasus di Desa Banjar Waru
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor )
Tugas Mata Kuliah Teori Perencanaan
Disusun oleh :
Agus
Mantri ( D. 1310913 )
Khoerudin
( D.1310935 )
Nancy
Purnamasari Setiawan ( D. 1310747 )
Siti
Syarah Shofura Anwar ( D. 1310915 )
Wira
Lesmana ( D. 1310920 )
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
DJUANDA BOGOR
“IMPLEMENTASI
MUSRENBANGDES DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MCK”
(Makalah Tentang Masalah Pendekatan Proses Botom Up
dan Top Down )
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester 4
di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Prodi
Administrasi Negara
Menyetujui :
Dosen Mata Kuliah Teori Perencanaan
Drs. Irma Purnamasari, M.si
Kata
Pengantar
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala
puji bagi Allah, pencipta dan pengantar alam semesta dan hanya kepadaNya kita
mohon pertolongan atas segala urusan, baik yang menyangkut urusan duniawi
maupun akhirat.
Salawat serta salam semoga tercurahkan
kepada manusia teladan dan terbaik, Nabi Muhamman SAW yang mampu membimbing
manusia dari jalan sesat menuju jalan ridho Allah SWT. Baik di dunia maupun di
akhirat kelak dan kepada sahabat, Keluarga dan para penerus perjuangan Beliau
hingga hari ini.
Dalam rangka Tugas Ujian Akhir Semester 4 ini diwajibkan menyelesaikan
Makalah. Kami menyadari bahwa Makalah yang telah disusun
masih banyak kekurangan , baik dari segi isi maupun penyusunan. Maka dari itu, kami memohon maaf atas
segala kekurangannya. Semoga Makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami
dan rekan-rekan umumnya.
Bogor, Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR
PERSETUJUAN
KATA
PENGANTAR …………………………………............
DAFTAR
ISI ………………………………………….
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah …………………….……………………
B. Rumusan Masalah .................................................................
C. Tujuan .................................................................
D. Metode Penelitian .................................................................
BAB
II : LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
BAB
III : HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil wawancara narasumber
BAB
IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ......………………………………….
....
DAFTAR
PUSTAKA …………………………..……....…...........
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Desa banjarwaru merupakan salah satu desa di
wilayah kecamatan ciawi kabupaten bogor, dengan luas wilayah 128.5 H yang terbagi
dalam 10 rukun warga dan 35 rukun tetangga. Jumlah penduduk desa banjarwaru
sampai akhir bulan desember 2014 tercatat sebanyak 7.997 jiwa. Dengan kepadatan
penduduk perkilo meter 300 jiwa.
Musrenbang adalah
sebuah mekanisme perencanaan, sebuah institusi perencanaan yang ada di daerah
dan sebagai mekanisme untuk mempertemukan usulan kebutuhan masyarakat dengan
apa yang akan diprogram pemerintah. Idealnya pelaksanaan musrenbang melibatkan
masyarakat non pemerintah dari mulai proses, penentuan, dan pelaksanaan.
Musrenbang
dilaksanakan dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004, tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional Undang-undang Nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan daerah, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, Peraturan pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tatacara penyusunan
rencana pembangunan, peraturan pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang rencana
kerja pemerintah.
Sehubungan
dengan hal tersebut, sebagian proses penyelenggaraan sistem perencanaan
pembangunan nasional, maka dalam perencaan pembangunan perlu dilakukan
musyawarah (Musrenbang). Yang akan membahas dan menyempurnakan Rancangan Awal
Kerja Pemerintah Daerah (RAKPD) untuk difinalisasi lebih lanjut sebagai pedoman
dalam penuyusunan rencana kerja dan anggaran yang merupakan mata rantai proses
penyusunan APBD.
Tujuan
penyelenggaraan Musrenbang adalah untuk memenuhi pembangunan yang diperlukan
daerah. Dan juga untuk mengembangkan dan memperkuat partisipasi masyarakat
dalam pembangunan daerah. Musrenbang juga merupakan sarana interaktif untuk
menetapkan program dan kegiatan derah.
` Musrenbang
merupakan sarana warga untuk mengajukan kebutuhan wilayahnya. Agar masyarakat
mendapatkan kesejahteraan. Tidak hanya pembangunan yang diajukan namun
perbaikan juga dapat diajukan oleh warga kepada pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan sarana dan prasarana umum, misalnya perbaikan MCK.
MCK
adalah singkatan dari mandi, cuci dan kakus. Dan merupakan sarana fasilitas
umum yang digunakan bersama untuk keperluan mandi, mencuci dan buang air besar
di suatu pemukiman yang dinilai cukup padat penduduk, dan memiliki tingkat
kemampuan ekonomi yang rendah.
MCK
menjadi hal yang penting bagi masyarakat. Karena dengan adanya MCK masyarakat dapat melakukan
aktifitas sehari-hari dengan baik. MCK juga harus diperhatikan kelayakannya,
karena penggunaanya bersama.
B.
Rumusan
Masalah
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan
beberapa masalah yang akan dibahas :
1. Apakah
warga mengetahui tentang MUSRENBANG?
2. Bagaimana
Implementasi dari MUSRENBANG?
3. Adakah
hambatan dalam melaksankan MUSRENBANG?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui implementasi MUSRENBANG di Desa Banjarwaru
D.
Metode
Metode
Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif menurut Masri Singarimbun (1982), bertujuan untuk mendeskripsikan
secara terperinci tentang fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini tim
peneliti tidak melakukan kuantifikasi terhadap data yang diperoleh. Data yang
diperoleh akan dianalisis serta dideskripsikan berdasarkan penemuan fakta-fakta
penelitian di lapangan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosial. Pendekatan inilah yang akan dipergunakan dalam menjelaskan fenomena dan
menganalisis peranan, kendala, solusi, dan strategi dalam rangka menyusun
laporan penelitian musrembang.
Dan
juga menggunakan metode wawancara langsung. Wawancara ini dilakukan kepada
narasumber yang terlibat langsung dalam Implementasi Musrenbang ini. Sehingga
penulis dapat mengetahui secara jelas tentang keadaan di lapangan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam
menentukan keberhasilan pembangunan, perencanaan mempunyai peran yang penting,
dengan perancanaan diharapkan tercapainya kegiatan yang terarah dan meghindari
berbagai kemungkinan pelaksanaan pembangunan yang tidak efektif dan efisien.
Menurut
Firman Aji dan Martin Sirait (1982 : 35) mengemukakan bahwa manfaat perencanaan
sebagai berikut :
a. Terhindarnya
peborosan waktu, uang dan tenaga.
b. Dimungkinkannya
perubahan-perubahan yang perlu pada waktunya.
c. Dimungkinkan
evaluasi terhadap tindakan yang dilaksanakan karena tujuan dan cara mencapai
tujuan telah ditetapkan sebelumnya.
Dari pernyataan diatas, bahwa
manfaat dari suatu kegiatan perencanaan adalah tersusunnya kegiatan secara
tepat dan serasi sehingga penggunaan dana, bahan, tenaga dan waktu dapat lebih
berdaya guna dan berhasil guna dalam usaha pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Menurut The Lian Gie (1992 : 25)
mengemukakan bahwa rencana merupakan pola perbuatan yang menggambarkan dimuka
hal-hal uah harus dikerjakan dan cara mengerjakannya.
Kemudian Bintoro Tjokroamidjojo
(1995 : 12), memberikan pengertian perencanaan sebagai berikut :
a. Perencanaan
dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya terdapat pada tiap jenis manusia.
b. Perencanaan
pembangunan adalah suatu pengarahan sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya,
untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih
efisien dan efektif.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa perencanaan dilaksanakan
untuk mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
serta pengarahan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber ekonomi) untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efisien dan efektif. Pengertian
efiktif dan efisien menurut H. Emersan dalam Malayu SP. Hasibuan (1992 : 246) :
Efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Efisiensi adalah perbandingan yang terbesar antara
masukan dengan hasil antara produksi dengan biaya (antara hasil dengan
sumber-sumber yang digunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai
dengan penggunaan sumber-sumber daya tertentu. Dengan kata lain hubungan antara
apa yang harus diselesaikan.
Pengertian
Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa (P3MD)
Pengertian Perencanaan Partisipatif Pembangunan
Masyarakat Desa (P3MD), menurut Buku II “Metode dan teknik alat kajian”
Departemen Dalam Negeri (1996 : 4), bahwa :
Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa
(P3MD) adalah suatu metode perencanaan yang telah dikenal masyarakat dan diberi
nuansa baru dengan teknologi baru, yang bertujuan untuk lebih memberdayakan
masyarakat merencanakan pembangunan desanya bersama-sama secara musyawarah,
mufakat dan gotong royong yang merupakan cara hidup yang telah lama berakar
budaya pada masyarakat pedesaan Indonesia.
Partisipatif ciri perencaaan partisipatif menurut buku
yang dikeluarkan Departemen dalam Negeri tentang P3MD adalah adanya kesempatan
yang diberikan kepada masyarakat dalam proses penyusunan rencana untuk
menyatakan masalah yang dihadapi dan gagasan sebagai masukan untuk
berlangsungnya proses perencanaan berdasarkan kemampuan maasyarakat itu
sendiri.
Metode perencanaan partisipatif inti masyarakat agar
masyarakat diikut sertakan dalam proses perencanaan. Dengan kajian-kajian
terhadap masalah yang mereka hadapi dari potensi yang tersedia di dalam
masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, maka penerapan metode perencanaan P3MD
dalam pembangunan masyarakat desa menurut buku yang dikeluarkan oleh Departemen
Dalam Negeri tersebut tentang P3MD ini bertujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan
kebudayaan masyarakat, agar seluruh warga desa dapat berpartisipasi aktif dalam
kemampuan, kesempatan dan kecepatan yang profesional.
2. Meningkatkan
kualitas perencanaan pembangunan desa yang ditetapkan berdasarkan kajian
terhadap masalah, kebutuhan dan sumber daya yang tersedia.
3. Mengembangkan
swadaya gotong royong masyarakat menuju terciptanya pelaksanaan pembangunan
yang bertumpu pada kekuatan masyarakat itu sendiri.
4. Menetapkan
sistem pelatihan Pembangunan Desa Terpadu (PDT) yang selama ini telah
dikembangkan.
5. Meningkatkan
peran dan fungsi LKMD sebagai wadah partispasi masyarakat dalam pengelolaan
pembangunan.
Pengertian atau makna
dari perencanaan partisipatif adalah sebagai berikut :
Perencanaan partisipatif yang melibatkan segenap warga
masyarakat adalah wadah LDKM, merupakan makma dasar perencanaan partisipatif
pembangunan masyarakat desa. Perencanaan ini merupakan suatu metode atau cara
perencanaan yang memfungsikan LKMD secara nyata.
Metode prencanaan partisipatif ini bertujuan agar rencana
pembangunan di desa itu dapat sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
masyarakat, agar masyarakat tersebut betanggung jawab terhadap proses
pembangunan dan merasa memiliki hasil-hasil pembangunan di desanya. Menurut
Buku II Panduan P3MD, Departemen Dalam Negeri (1996 : 6 ) bahwa :
P3MD pada dasarnya bertujuan untuk tiga hal sebagai
berikut :
a. Menyusun
rencana pembangunan yang lebih bermutu sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
selanjutnya
b. Agar
masyarakat merasa memiliki program/kegiatan pembangunan di desanya, sehingga
lebih bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan
serta pemeliharaan/pengembangan hasil-hasil pembangunan desanya.
c. Menumbuhkan
dan mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan pembangunan yang telah
di sepakati bersama.
Perencanaan
Melalui Bottom Up dan Top Down
Ilustrasi
Perencanaan merupakan tindakan untuk menentukan masa depan. Dalam Undang-undang
Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1
disebutkan perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Perencanaan adalah meletakkan tujuan-tujuan dalam jadwal waktu atau
program pekerjaan untuk mendapat hasil yang optimal. Oleh karena itu
perencanaan merupakan sebuah keniscayaan, keharusan dan kebutuhan. Perencanaan
itu sendiri berfungsi sebagai penuntun arah, meminimalisasi ketidakpastian,
minimalisasi infesiensi sumber daya, penetapan standard dan pengawasan
kualitas. Berdasarkan prosesnya, perencanaan ini dibagi menjadi Perencanaan
dari bawah ke atas (bottom-up planning) dan Perencanaan dari atas ke bawah.
PERBEDAAN
PERENCANAAN BOTTOM UP DAN TOP DOWN
BOTTOM
UP TOP DOWN
Top down planning adalah model
perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada bawahannya dimana
yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan hanya sebagai
pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan pemerintahan, perencanaan
top down planning atau perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat oleh pemerintah
ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana saja.
Dari
atas ke bawah (top-down). Pendekatan ini mendesak bagian bawah bekerja sesuai
kemauan atasan di dalam perencanaan tanpa memedulikan situasi nyata bagian
bawah. Waktu perencanaan bisa sangat pendek, tetapi ada banyak hal yang
terlewatkan karena sempitnya forum informasi dan komunikasi. Biasanya
menimbulkan kepatuhan yang terpaksa namun untuk sementara waktu efektif. Button Up Planning
adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan dan
permasalahan yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan
kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai
fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan, button up
planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun berdasarkan
kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.
Dari
bawah ke atas (bottom-up). Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua
pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan
adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen
sepenuhnya untuk melaksanakannya. Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan
tenaga untuk perencanaan. Diperlukan pengembangan budaya perusahaan yang
sesuai.
Di
dalam implementasinya tidak terdapat lagi penerapan penuh pendekatan dari atas
ke bawah. Beberapa pertimbangan, misalnya ketersediaan tabungan pemerintah
sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih
menuntut penerapan pendekatan dari atas ke bawah. Namun, kini pendekatan
tersebut tidak lagi sepenuhnya dijalankan karena proses perencanaan rinci
menuntut peran serta masyarakat. Untuk itu, diupayakan untuk memadukan
pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan perencanaan dari bawah ke
atas. Secara operasional pendekatan perencanaan tersebut ditempuh melalui
mekanisme yang disebut Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan di Daerah (P5D) dengan memanfaatkan forum-forum Musyawarah
Pembangunan (Musbang) Desa, Musbang Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan
(Rakorbang) Dati II, Rakorbang Dati I, Konsultasi Regional Pembangunan
(Konregbang), yaitu Dati I sepulau/kawasan, dan puncaknya terjadi pada Konsultasi
Nasional Pembangunan (Konasbang). Di setiap tingkat diupayakan untuk mengadakan
koordinasi perencanaan sektoral dan regional. Usulan atau masalah yang lintas
wilayah atau lintas sektoral yang tidak dapat diselesaikan di suatu tingkat
dibawa ke tingkat di atasnya. Proses berjenjang ini diharapkan dapat
mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi perencanaan
pembangunan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dari "atas ke
bawah" yang memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan dan
kemungkinan-kemungkinan yang ada diinformasikan secara berjenjang, sehingga
proses perencanaan dari "bawah ke atas" diharapkan sejalan dengan
yang ditunjukkan dari "atas ke bawah".
Pada
bagan berikut ditunjukkan bagaimana mekanisme perencanaan dengan pendekatan
dari bawah ke atas. Pemrosesan usulan kegiatan atau proyek dari instansi
sektoral yaitu Kantor Departemen (Kandep) di Dati II dan Kantor Wilayah
(Kanwil)/perwakilan departemen/lembaga di Dati I dikonsultasikan dalam forum
konsultasi pembangunan sehingga diharapkan visi atau kepentingan daerah sudah
terwakili dalam usulan tersebut. Upaya-upaya untuk mengakomodasikan kebutuhan
dunia usaha telah diefektifkan dalam rapat koordinasi penanaman modal di Dati I
(RKPPMD I). Dengan demikian, forum Rakorbang Dati I menjadi ajang pertemuan
pembahasan antara kebutuhan masyarakat, dunia usaha, dan perencanaan sektoral.
E. Kelemahan dan Kelebihan Perencanaan Top Down
dan Bottom Up
Top
Down
1. Kelemahan dari tipe Top Down adalah :
a) Masyarakat tidak bisa
berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila
dibanding peran dari masyarakat itu sendiri.
b) Masyarakat tidak bisa
melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
c) Peran masyarakat hanya
sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui
jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir.
d) Tujuan utama dari
program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada masyarakat tidak
terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang
diperlukan oleh masyarakat.
e) Masyarakat akan merasa
terabaikan karena suara mereka tidak begitu diperhitungkan dalam proses
berjalannya suatu proses.
f) Masyarakat
menjadi kurang kreatif dengan ide-ide mereka.
2. Kelebihan dari Top Down adalah
a) Masyarakat tidak perlu
bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah dapat berjalan sendiri
karena adanya peran pemerintah yang optimal.
b) Hasil yang dikeluarkan
bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pemerintah.
c) Mengoptimalkan kinerja
para pekerja dipemerintahan dalam menyelenggarakan suatu program.
Bottom
Up
1. Kelebihan dari sistem Bottom Up Planning
adalah
a) Peran masyarakat dapat
optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah dalam
menjalakan suatu program.
b) Tujuan yang diinginkan
oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyrakat karena
ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga masayarakat bisa
melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan.
c) Pemerintah tidak perlu
bekerja secara optimal dikarenakan ada peran masyarakat lebih banyak.
d) Masyarakat akan lebih
kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan digunakan dalam suatu
jalannya proses suatu program.
2. Kelemahan Bottom Up Planning adalah
a) Pemerintah akan tidak
begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
b) Hasil dari suatu
program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan tingkat pendidikan
dan bisa dikatakn cukup rendah bila dibanding para pegawai pemerintahan.
c) Hubungan masyarakat
dengan pemerintah tidak akan berlan lebih baik karena adanya silih faham atau
munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan bahkan salah
faham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan kurang jelasnya masing-masing
tugas dari pemerintah dan juga
masyarakat.
Bila
dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing sistem
tersebut maka sitem yang dianggap paling baik adalah suatu sistem gabungan dari
kedua janis sistem tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat
didalamya antara lain adalah selain masyarakat mampu berkreasi dalam
mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan
pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan
dalam menjalankan suatu program tersebut.
Musrenbang
Perencanaan Pembangunan daerah
melalui Musrenbang merupakan sarana untuk menumbuhkembangkan prakarsa dan
peranaktif masyarakat dalam perencanaan pembangunan (Bottom Up Planning)
yang secara mekanisme dan fungsional dengan kegiatan merencanakan pembangunan
yang didasarkan atas asas musyawarah, menggerakan dan meningkatkan prakarsa dan
partisipasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu dan
menumbuhkan kondisi dinamis antara masyarakat. Pelaksanaan Musrenbang pada
tingkat Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau tahun 2010, menunjukkan hasil yang
kurang maksimal, hal ini tercermin dari prioritas kegiatan pembangunan yang
menjadi keinginan masyarakat di tingkat desa dan kelurahan tidak sepenuhnya
menjadi prioritas dan muncul di APBD, sehingga hasil musrenbang tersebut tidak
sesuai dengan apa yang telah menjadi aspirasi masyarakat Kecamatan Kapuas
Kabupaten Sanggau. Melalui penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan
pembangunan hasil Musrenbang dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan pembangunan hasil Musrenbang tersebut. Penjelasan hasil
penelitian ini adalah pelaksanaan musrenbang sudah terlaksana dengan baik,
tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan
masyarakat. Hal ini dikarenakan pada tahapan yang lebih tinggi, yaitu
musrenbang kabupaten, prioritas usulan kegiatan yang disampaikan oleh
masing-masing desa/kelurahan harus disingkronkan dengan program pembangunan SKPD
yang notabene bersifat Top-Down. Pada tahap musrenbang SKPD ini
terdapat usulan dari musrenbang kecamatan yang akhirnya tidak masuk dalam
program pembangunan yang tercantum dalam APBD Kabupaten Sanggau, karena usulan
masyarakat harus bersaing dengan program SKPD yang sudah lebih matang, terukur
dengan baik. Kurang makismalnya musrenbang tersebut dipengaruhi oleh faktor
keakuratan usulan kegiatan, faktor minimnya pendampingan, faktor kurangnya
transparansi pelaksanaan musrenbang, dan faktor anggaran.
BAB
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
wawancara narasumber
Hasil
wawancara narasumber di
RT 03 RW 07 Desa Banjarwaru
Warga
di wilayah ini telah mengetahui tentang MUSRENBANG, karena sudah ada
sosialisasi dan sering berkomunikasi dengan setiap warga. Dan juga warga di
wilayah ini selalu ikut serta dalam setiap musyawarah yang dilakukan di tingkat
RT. Mereka selalu mengajukan pembangunan yang dibutuhkan untuk kepentingan
bersama. Dalam hal ini masyarakat mengajukan pembangunan MCK.
MCK
merupakan hal penting di desa banjarwaru, khusunya di RT 03 RW 07. Di daerah
ini masyarakat masih sangat membutuhkan adanya MCK, karena tidak semua warga di
wilayah ini memiliki MCK sendiri. Sehingga pengajuan pembangunan MCK di wilayah
ini dianggap penting. Sebenarnya di wilayah ini ada tiga titik pemukiman yang
membutuhkan MCK umum, namun mereka memprioritaskan untuk mengajukan satu MCK
umum terlebih dahulu.
Pembangunan
MCK di wilayah ini sudah diajukan sejak tahun 2010. Namun sampai tahun ini,
pembangunan tersebut masih belum terlaksana. Narasmber selaku ketua RT ini
telah melakukan upaya agar pembangunan MCK ini dapat segera terlaksana, warga
di wilayah ini juga sudah mengumpulkan tandatangan untuk pembangunan MCK
tersebut.
Wilayah
ini bukan hanya sekali mengajukan pembangunan, ini merupakan kesekian kalinya.
Biasanya pengajuan pembangunan sarana dan prasaran masyarakat tidak terlambat,
selalu sesuai dengan jadwalnya. Namun pengajuan kali ini mengalami
keterlambatan. Warga di wilayah ini tidak dapat berbuat banyak, mereka hanya
dapat menunggu turunnya dana anggaran untuk pembangunan MCK di wilayah mereka.
Hasil wawancara dengan narasumber di RT 02 RW 09
(
Bapak Eman Kepala RT 02 RW 09, desa Banjarwaru) di wilayah ini terdapat 39 kartu keluarga yang
terdaftar. Dan di wilayah ini warga telah mengetahui tentang MUSRENBANG. Pada
tahun 2013 warga wilayah ini mengajukan untuk perbaikan MCK yang sudah ada.
Kondisi MCK yang sudah tidak layak pakai mendorong warga untuk mengajukan
perbaikan MCK. Selain itu wilayah ini juga mengajukan pembangunan MCK.
. Di
wilayah ini juga tidak semua warga memiliki MCK sendiri. Wilayah ini sendiri
merupakan salah satu wilayah desa banjarwaru yang sulit mendapatkan air. Warga
harus mengambil air di suatu sumber air, dan mereka harus bergiliran untuk
mengambil di sumber air tersebut. Sejak pagi hari hingga sore hari sumber air
yang ada telah dikunjungi warga untuk mendapatkan air.
Sebelumnya
wilayah ini pernah mengajukan program lain, namun memang pembangunan dan
perbaikan MCK yang diajukan saat itu masih belum terwujud sampai sekarang.
Pembangunan
MCK sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan warga di wilayah
ini. Upaya pun telah dilakukan narasumber selaku ketua RT wilayah ini, namun
masih belum juga terealisasi.Warga berharap agar MCK tersebut dapat segera
dibangun dan diperbaiki. Warga sangat membutuhkan adanya MCK yang layak pakai.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasi observasi dan wawancara langsung yang telah dilakukan, ternyata memang
Implemntasi MUSRENBANG khususnya pembangunan MCK umum di Desa Banjarwaru
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor ini belum terlaksana. Mungkin ada
hambatan-hambatan yang menyebabkan pengajuan dari dua wilayah yang diteliti
belum terlaksana. Hambatan tersebut mungkin muncul dari pihak pemerintah
pusat yang belum memberikan dana untuk pembangunan Desa.
Pemerintah
seharusnya cepat tanggap dalam menangani masalah dan kebutuhan yang ada di
masyarakat. Dengan pelaksanaan MUSRENBANG ini, pemerintah pusat dapat
mengetahui kebutuhan yang ada di setiap wilayah. Namun kita juga tidak dapat
menyalahkan pemerintah begitu saja, mungkin memang dana tersebut belum turun
sehingga belum dapat disampaikan kepada daerah.
Pihak
masyarakat juga harus sabar dan harus tetap aktif dalam proses MUSRENBANG.
Meskipun mungkin mengalami keterlambatan, bukan berarti masyarakat tidak peduli
atau tidak ikut serta dalam MUSRENBANG selanjutnya. Karena pemerintahan akan
berjalan baik jika ada dukungan dari masyarakatnya itu sendiri.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal skripsi Sukmanegara D. 9610702
FISIP UNIDA “perencanaan partisipatif pembangunan masyarakat desa dalam
pembangunan fisik desa”
http://www.bappenas.go.id/print/311/perencanaan-menurut-proseshirarki-penyusunan
http://perencanaan.ipdn.ac.id/kajian-perencanaan/kajian-perencanaan
Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional