.

Selamat datang di blog wira lesmana add twitter @wirabogor IG : wira.lesmana E-mail wira.lesmana22@gmail.com

Friday, 6 November 2015

BANYANYA ANAK JALANAN DI CIAWI KABUPATEN BOGOR

Fenomena merebaknya anak jalanan di ciawi merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Mereka adalah amanah tuhan yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah. Dalam UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara” bermakna pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan perlindungan khusus. Anak jalanan adalah anak yang dianggap kurang beruntung dan terlantar yang menanti upaya semua pihak agar dapat berkembang secara wajar. Anak jalanan menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya. 

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak-anak Jalanan Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi yaitu: Hak kebutuhan untuk makan dengan zat-zat yang bergizi, kesehatan, bermain, kebutuhan emosional, pengembangan moral, spiritual, pendidikan serta memerlukan lingkungan keluarga dan social yang mendukung kelangsungan hidupnya. Krisis ekonomi, adalah sebagai pemicu utama terjadinya berbagai bencana yang telah menyebabkan banyak orang tua dan keluarga mengalami penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah anak putus sekolah, terlantar dan marginal semakin bertambah, selain itu akibat yang ditimbulkan terpaksa banyak anak-anak yang harus membantu orang tuanya, karena kemiskinan. Di sisi lain tidak sedikit anak yang hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, diakibatkan karena situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi ruang bagi masyarakat marginal, hal ini terlihat mudahnya terjadi pengusuran serta terjadinya konflik yang tak dapat dielakkan. Konflik yang dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok, dengan menggunakan senjata tajam bisa terjadi kapan saja, dan tidak sedikit pula anak terlibat didalamnya. Pemerintah kota dengan melakukan penggusuran atas nama keindahan dan ketertiban umum yang tidak pernah selesai: menggusur paksa, penggrebekan, penggarukan, yang sudah barang tentu membawa konsekwensi tertentu bagi kehidupan perkotaan. Modernisasi, industrialisasi, migran dan urbanisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup membuat dukungan social dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang. Mereka pun memilih jalanan dan tempat–tempat umum lainnya sebagai alternative pelarian untuk mencari kerja, karena mereka menganggap dijalan banyak rezeki yang bisa didapat sesuai dengan tingkat kompetisi yang ada, artinya mereka menyadari tingkat pendidikan yang pernah mereka jalani. mereka hanya mengenyam pendidikan rata-rata SLTP kebawah putus sekolah akhirnya menjadilah mereka anak pekerja.
Faktor lain yang menyebabkan anak-anak turun ke jalan dikarenakan adanya konflik yang terjadi pada rumah tangganya, mereka bosan dengan keadaan yang terjadi di rumah. Peraturan serba ketat tanpa memberi peluang kepada anak mengutarakan keinginannya, tidak jarang sering terjadi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai mana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, untuk itu sebagai alternatif dalam mengurangi meningkatnya anak terlantar perlu pemberian modal usaha dan penciptaan lapangan kerja dari pemerintah yang merupakan tugas pokok dinas sosial sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah kabupaten bogor tentang kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Karena mereka terlanjur hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya maka mereka dikenal dengan istilah anak jalanan.

Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif model penangannan anak jalanan mengarah kepada 3 jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base.
Family base, adalah model dengan memberdayaan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu melalui pemberian modal usaha, memberikan tambahan makanan, dan memberikan penyuluhan berupa penyuluhan tentang keberfungsian keluarga. Dalam model ini diupayakan peran aktif keluarga dalam membina dan menumbuh kembangkan anak jalanan.
Institutional base, adalah model pemberdayaan melalui pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat.
Multi-system base, adalah model pemberdayaan melalui jaringan sistem yang ada mulai dari anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak ,akademisi, aparat penegak hukum serta instansi terkait lainnya.

Wira Lesmana D.1310920.