PRO
DANA ASPRIRASI DPR
Prolog :
Yth, Dewan juri,
moderator, tim kontra dan seluruh hadirn yg berbahagia, perkenalkan kami dari
univ. Djuanda bogor. Terima kasih atas waktu dan ksempatannya berkaitan dengan
topik dana aspirasi ini kami selaku tim pro berpendapar bahwa :
Dana aspirasi merupakan
dana yang dialokasikan oleh anggota dewan untik daerah pemilhannya guna
mensejahterakan rakyat atau konstituennya.
Menurut kamus Merriam
Webster, aspirasi berarti keinginan yang kuat untuk mencari sesuatu yang tinggi
atau besar. Dengan begitu dana aspirasi tersebut dapat dikatakan sebagai balas
budi anggota dewan terhadap rakyatnya yang dianggap telah berhasil membawanya
ke parlemen.
Rapat paripurna DPR
pada 23 Juni 2015 sudah mengesahkan peraturn tentang tata cara pengusulan
program pembangunan daerah pemilihan atau dana Aspirasi.
Dana aspirasi dalam
Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) itu ialah perwujudan pasal 80
huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang
berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan
daerah pemilihan. Sebagai upaya untuk mendekatkan anggota DPR RI dengan
masyarakat.
-Pasal 78 UU No.17 2014
tentang MD3 Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sebagai berikut
“bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan NKRI”.
Program itu sesuai
dengan usulan yang disampaikan oleh masyarakat di Dapil masing-masing Anggota
DPR RI dimana setiap anggota tidak memegang dana untuk pembangunan itu sendiri.
Program ini untuk emperkuat keterwakilan di dapil masing-masing sekaligus untuk
menmbangun transparansi dan akuntabilitas anggota DPR RI.
Usulan masyarakat,
Camat, Bupati dan Gubernur bisa melalui UP2DP. Seluruh penggunaan anggaran
tersebut akan diaudit oleh BPK dan diawasi oleh KPK.
Usulan program
pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) tidak melanggar cek and balance, maka
fungsi DPR harus diperkuat dalam mengawasi pelaksanaan APBN.
Dengan adanya program
yang diusulkan oleh anggota DPR di daerah pemilihannya tersebut maka diharapkan
penyebaran dan pemerataan pembangunan dan program program yang dikeluarrkan
pemerintah bisa lebih menyebar merata keseluruh pelosok tanah air. Dengan
program itu para anggota dewan dapat benar-benar mengerjakan tugas
pengawasannya dengan baik.
Para anggota dewan akan
dipaksa berperan serta dan berpartisipasi aktif mengawasi program tersebut.
Pelaksanaannya didasarkan kepada proposal masyarakat yang masuk ke anggota DPR.
Mekanisme pengajuan dari anggota tersebut juga harus dengan persetujuan
praksi-masing-masing dari anggota DPR, sehingga dapat meningkatkan
akuntabilitas anggota DPR dalam melakuan pengawasan program pembangunan daerah
khususnya di dapilnya.
Denagan adanya dana
aspirasi rakyat dituntut untuk memperbaiki kondisi daerah yang dinggap sudah
memprihatinkan atau tertinggal, sehingga dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat yang dapat
diperoleh adalah mulai dari perbaikan inftrastruktur daerah mulai daridari
perbaikan infrastruktur daerah seperti mushola, jembatan, jalan dan
fasilitas-fasilitas lainnya bahkan yang paling mulia ialah dengan mengurangi
pengangguran dan kemisikinan didaerah. Dengan begitu, maka penggunaan dan
peruntukkan dana tersebut harus tepat sasaran dan tepat guna. Terlepas apakah
dana tersebut sebagai upaya untuk menjaga konstituen dan cost politik
dikemudian hari atau tidak . Itu merupakan persoalan lain, karena dana tersebut
akan disetor ke pemerintahan daerah untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Putusan dan tindakan yang dilakukan
oleh DPR dengan mengesahkan peraturan dana aspirasi merupakan perbuatan yang
dibenarkan dalam UU MD3. Dan tidak satu aturanpun yang dilanggar oleh karena
itu program ini legal demi hukum (legal standing).
Oleh kerena
itu terdapat beberapa tindakan yang harus dilakukan diantaranya ialah: Pertama,
penyaluran dana aspirasi kepada lembaga yang tepat dan kredible serta
bertanggungjawab, guna menghindari penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak
berhak, sehingga dana tersebut benar-benar aman keberadaannya.
Kedua, harus
dibuatnya ketentuan atau aturan/petunjuk khusus cara menggunakan dana aspirasi
tersebut, agar sesuai prosedur yang bertanggungjawab, baik untuk proses
pencairan dana samapai kepada tahap penggunaan dana.
Ketiga,
harus dibentuknya team pengawas atau pelibatan lembaga tertentu dalam
penggunaan dana, guna mengantisipasi penyalahgunaan oleh orang atau kelompok
yang tidak berwenang dan keempat, dibuatnya laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana oleh pihak pelaksana dana, guna menjaga kesesuaian aliran dana
yang keluar dan yang tersisa untuk peruntukkan daerah sebagaimana dimaksud.
Closing
Publik
beramai-ramai menghujat DPR yang telah mengesahakan dana aspirasi mulai dari
rakyat biasa sampai para elit. Ungkapan yang muncul mulai dari perampok uang
rakyat, penipu dan lain sebagainya. Sejatinya itu merupakan sikap yang wajar
dari demokrasi kita, terutama ditujukkan terhadap lembaga Negara sekelas DPR
yang dinilai memiliki citra negative jika dibandingan dengan lembaga Negara lainnya.
Persepsi yang digunakan sebagai bagian dari kebenaran dalam melihat dan menilai
sesuatu. Karena publik berpandangan jika cacat satu kali, maka ia akan cacat
untuk selamanya. Persepsi demikan tidaklah menjadi penuntun kita untuk
selamanya dalam melihat sesuatu, bukankah baik dan buruk itu ranah etika
sedangkan salah dan benar itu ranah hukum. Oleh kerena itu, keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh DPR dengan mengesahakan peratuarn dana aspirasi
merupakan prubuatan yang dibenarkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan (UU MD3) dan tidak satu peraturan pun yang dilanggar,
terlepas bukan fungsinya itu persoalan lain. Pertentangan, penolakan dan sikap
tidak setuju selalu terdapat didalamnya, namun sikap bijaksana tetaplah
megiringi dalam setiap pandangan kita. Perbedaan dan kecurigaan terhadap
penyaluran dana aspirasi harus diantisipasi dan ditemukan formulasi yang tepat,
agar penggunaannya tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Oleh kerena itu terdapat beberapa tindakan yang harus
dilakukan diantaranya ialah: Pertama, penyaluran dana aspirasi kepada lembaga
yang tepat dan kredible serta bertanggungjawab, guna menghindari penyalahgunaan
oleh oknum-oknum yang tidak berhak, sehingga dana tersebut benar-benar aman
keberadaannya. Kedua, harus dibuatnya ketentuan atau aturan/petunjuk khusus
cara menggunakan dana aspirasi tersebut, agar sesuai prosedur yang
bertanggungjawab, baik untuk proses pencairan dana samapai kepada tahap
penggunaan dana. Ketiga, harus dibentuknya team pengawas atau pelibatan lembaga
tertentu dalam penggunaan dana, guna mengantisipasi penyalahgunaan oleh orang
atau kelompok yang tidak berwenang dan keempat, dibuatnya laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana oleh pihak pelaksana dana, guna menjaga kesesuaian
aliran dana yang keluar dan yang tersisa untuk peruntukkan daerah sebagaimana
dimaksud.
Berdasarkan UU No.17 Tahun
2014
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menjadi rujukan terkait
dana
aspirasi. Dan kami tetap memegang teguh pada Pancasila yaitu
Sila ke – 4 yakni Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang memiliki
butir – butir sebagai berikut :
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Oleh kerena itu, keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh DPR dengan mengesahakan peratuarn dana aspirasi
merupakan prubuatan yang dibenarkan dalam ketentuan peraturan.
KONTRA
DANA ASPRIRASI DPR
Prolog :
Yth, Dewan juri,
moderator, tim kontra dan seluruh hadirn yg berbahagia, perkenalkan kami dari
univ. Djuanda bogor. Terima kasih atas waktu dan ksempatannya berkaitan dengan
topik dana aspirasi ini kami selaku tim kontra berpendapar bahwa :
Dana aspirasi tidak akan menjawab persoalan
penyerapan aspirasi masyarakat oleh wakilnya. Sebaliknya, dana aspirasi akan
menimbulkan sejumlah masalah. Mulai dari ketimpangan pembangunan hingga potensi
penyalahgunaan. Oleh karena itu, Koalisi Kawal Anggaran menyatakan penolakan
usulan dana aspirasi oleh DPR. Berikut 12 alasan penolakan tersebut :
1.POTENSIAL MEMPERLUAS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
Salah satu argumentasi DPR dalam mengusulkan dana
aspirasi adalah mempercepat pembangunan daerah. Padahal, dana aspirasi justru
bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan. Usulan tersebut jelas
tidak sejalan dengan rencana pembangunan nasional yang menempatkan persoalan
ketimpangan pembangunan, khususnya antara kawasan barat dan kawasan timur
Indonesia, sebagai isu utama.
Alasannya, dana aspirasi akan melekat pada setiap
anggota DPR. Artinya, besaran dana aspirasi di setiap provinsi bergantung pada
berapa banyak anggota DPR yang berasal dari dapil dalam provinsi tersebut.
Konsekuensi logis dari dana aspirasi adalah memperlebar kesenjangan pembangunan
sehingga pembangunan antar wilayah semakin timpang. Sebaran anggota DPR per
provinsi, dapat dilihat sebagai berikut :
Dari sebaran anggota
DPR per provinsi diatas, dapat disimpulkan bahwa dana aspirasi akan banyak
mengalir pada provinsi-provinsi dengan dengan jumlah kursi terbanyak di DPR.
Pulau Jawa dengan total 306 kursi sangat mendominasi. Padahal, rencana
pembangunan nasional tengah memprioritaskan percepatan pembangunan di
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
2. POTENSI MENIMBULKAN CALO ANGGARAN
Dengan adanya dana aspirasi, fungsi DPR secara tidak
langsung bertambah, yaitu sebagai middle man atau calo anggaran. Dilihat dari
rencana penyaluran dana aspirasi, peran DPR adalah “pengantar” proposal
konstituen di dapilnya masing-masing. Dalam hal ini, DPR tidak hanya menjadi
middle man tunggal. Dikhawatirkan, dana aspirasi juga akan menciptakan
calo-calo anggaran lain yang akan memenuhi Rumah Aspirasi DPR di daerah untuk
“menyalurkan aspirasi” dalam bentuk proposal permohonan dana aspirasi.
Kekhawatiran ini mengacu kepada berbagai macam modus korupsi anggaran yang
sudah diungkap oleh penegak hukum selama ini.
3.FUNGSI BARU DPR DALAM PENYALURAN DANA APIRASI AKAN
MENGGANGGU FUNGSI DPR YANG LAINNYA
Dana aspirasi akan melahirkan fungsi dan tanggung
jawab kerja baru bagi DPR. Padahal, DPR telah mempunyai fungsi dengan turunan
kerja yang cukup padat. Pada fungsi legislasi, misalnya. DPR mempunyai target
RUU dalam prolegnas yang harus disahkan setiap tahunnya. Dalam fungsi
pengawasan, DPR tidak hanya melakukan pengawasan terhadap APBN tetapi
juga pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah lainnya. Oleh karena itu, dana
aspirasi dikhawatirkan akan membuat kuantitas dan kualitas kinerja DPR dalam
fungsi pokok yang telah diatur UU menurun.
4.MENGACAUKAN SISTEM ANGGARAN BERJALAN DAN TUMPANG
TINDIH DENGAN ANGGARAN LAIN
Anggaran disalurkan untuk mewujudkan rencana
pembangunan dan kebutuhan masyarakat, baik ditingkat desa dengan APBDes,
ditingkat daerah dengan APBD, ataupun ditingkat nasional dengan APBN. Karena
itulah anggaran direncanakan dengan melihat rencana pembangunan dan usulan
masyarakat yang dimulai dengan musrenbang desa hingga pembahasan di DPR
(pembahasan bertahap).
Dana aspirasi yang diharapkan akan menjawab aspirasi
konstituen DPR di dapil sangat rawan bersinggungan dengan anggaran yang telah
disusun baik oleh desa, kabupaten/ kota, provinsi, bahkan nasional. Selain itu,
akan sulit pula melihat atau mengukur efektifitas dana aspirasi pada suatu
daerah karena tidak didasari pada data dan rencana yang jelas.
Anggaran yang efektif untuk pembangunan tentu tidak
dapat serta merta dialokasikan hanya dengan mempertimbangkan aspirasi
konstituen DPR di dapil masing-masing tanpa melihat rencana pembangunan dan
data-data yang menjadi dasar kebutuhan masyarakat.
5.POTENSI PENYALAHGUNAAN ATAU KORUPSI DANA ASPIRASI
Akibat perencanaan pengalokasiannya yang tidak jelas,
dana aspirasi dikhawatirkan menjadi sumber baru korupsi yang berlansung secara
massif. Dana aspirasi sangat potensial menyuburkan “proyek fiktif” berjudul
aspirasi yang diaktori oleh anggota DPR bersama dengan kroninya di dapil
masing-masing.
Proyek fiktif, baik berbentuk pembangunan,
penyelenggaraan kegiatan, atau pengadaan fiktif, merupakan salah satu modus
korupsi yang banyak terjadi, baik dalam APBN ataupun APBD. Dengan sistem yang
berjalan sekarang saja, korupsi di sektor penganggaran sangat banyak terjadi,
maka potensi penyimpangan yang lebih besar sangat mungkin terjadi dalam dana aspirasi.
Modus yang paling potensial terjadi adalah kick back terhadap program tertentu
dengan cara memperdagangkan pengaruh (trading in influence) terhadap alokasi
dana yang “dipegang” oleh masing-masing anggota.
6.BERTENTANGAN DENGAN UU 17 TAHUN 2003 TENTANG
KEUANGAN NEGARA
Dalam pasal 12 UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara ditegaskan bahwa RAPBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan negara dan penyusunan tersebut berpedoman pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP). Artinya, APBN adalah domain pemerintah, bukan DPR. Dana
aspirasi akan membuat DPR sebagai lembaga legislatif masuk terlalu jauh ke
ranah eksekutif.
7.DPR TIDAK MEMPUNYAI HAK MENGALOKASIKAN ANGGARAN
Fungsi anggaran DPR telah dijelaskan dalam UU No. 17
tahun 2014. Dalam pasal 70 ayat 2 disebutkan bahwa fungsi anggaran DPR
dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap rancangan atau UU tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden. Untuk menyikapi, menyalurkan, dan menindaklanjuti aspirasi
konstituennya, anggota DPR berhak mengajukan usulan rancangan undang-undang.
Bukan dengan menggoalkan proposal konstituen untuk pembangunan atau kegiatan
lainnya.
Dalam penentuan dana transfer daerah, usulan anggota
berdasarkan aspirasi dapil juga dapat diusulkan. Kemudian, Badan Anggaran
menerima, membahas, dan mengintegrasikan usulan tersebut kepada komisi terkait.
DPR dapat memanfaatkan hak ini untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi
konstituennya untuk masuk dalam program pemerintah. Bukan kemudian mengambil
jalan pintas dengan jalur dana aspirasi.
Sesi 2
8.BIAS FUNGSI PENGAWASAN.
Selain fungsi legislasi dan anggaran, DPR memiliki
fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan tersebut juga termasuk dilakukan terhadap
keuangan negara (pelaksanaan APBN). Dengan adanya dana aspirasi, fungsi
pengawasan DPR menjadi bias dan lemah. Pertanyaan sederhananya, bagaimana DPR
dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan optimal, apabila DPR telah
berbenturan dengan objek yang diawasi?
9.PEMBOROSAN ANGGARAN (ANGGARAN TIDAK EFEKTIF).
Dalam konsep dana aspirasi, besaran anggaran telah
terlebih dahulu ada sebelum ada usulan program atau kegiatannya. Hal ini
dikhawatirkan akan berujung pada pemborosan anggaran atau anggaran dialokasikan
tidak efektif, tidak tepat sasaran, dan tidak sesuai kebutuhan. Terlebih lagi,
daerah telah mempunyai anggarannya sendiri-sendiri, dimulai dari anggaran desa,
kabupaten/ kota, hingga provinsi.
10.TIDAK JELASNYA MEKANISME DPR DALAM
MENGHIMPUN ASPIRASI MASYARAKAT
Dalam pasal 210 UU No. 17 tahun 2014 disebutkan bahwa
dalam pembukaan ruang partisipasi publik, anggota DPR dapat membuat Rumah
Aspirasi. Namun hingga saat ini, tidak jelas bagaimana DPR mengimplementasikan
sistem menghimpun aspirasi masyarakat tersebut. Apabila dana aspirasi
disetujui, bagaimana DPR menghimpun aspirasai masyarakat, termasuk pertimbangan
keadilan dan pemerataan, akan menjadi pertanyaan penting yang harus dijawab
dengan aturan yang jelas.
11.SEMAKIN MEMBEBANI APBN
Problem nyata yang akan terjadi jika dana aspirasi
disetujui adalah akan semakin terbebaninya APBN untuk memenuhi kebutuhan
politik para politisi DPR di dapil (dalam menjawab aspirasi konstituen di
dapil). Bukan tidak mungkin hutang negara akan bertambah untuk ini. Atau
potensial lainnya anggaran di Kementrian atau Lembaga Negara lain akan
dikurangin untuk dialihkan kepada anggaran dana Aspirasi. Padahal, masih banyak
sektor penting berbasis kebutuhan utama masyarakat yang belum terpenuhi.
Misalnya pemerataan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
12.POTENSIAL DIGUNAKAN SEBAGAI MESIN POLITIK
PATRONASE ANGGOTA DPR
Dana aspirasi lebih mengarah pada kebijakan publik
yang bersifat populis dan dirancang untuk mendukung dan mempertahankan
kekuasaan atau yang biasa disebut dengan pork barrel. Dalam hal ini, DPR
sebaiknya belajar dari pengalaman Filipina yang pernah melembagakan pork
barrel. Setiap anggota House of Representative di Filipina mendapat 12,5
juta peso dan untuk senator sebesar 18 juta peso sebagai “amunisi” untuk
membina daerah pemilihan dan konstituennya. Dana tersebut dapat digunakan untuk
jenis pekerjaan umum dan pembangunan. Sayangnya, dana tersebut banyak digunakan
untuk kepentingan politik, menjaga mesin politik patronase, dan mengikat
dukungan konstituen. Alokasi dana tersebut kemudian disadari tidak sesuai
dengan kebutuhan lokal masyarakat (ICW, 2010).
Closing :
Nomenklatur dana aspirasi yang bisa menimbulkan
berbagai interpretasi, apalagi dalam bentuk uang Rp 20 miliar setiap anggota
DPR. Padahal sudah ada dana tunjangan reses Rp 150 juta/bulan.
Seperti diamanatkan UU No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Adanya dana aspirasi
semakin menambah panjang deretan dana liar ke daerah yang tidak sesuai dengan
azas dana perimbangan yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan,
DPR tidak bisa serta merta mengalokasikan dana aspirasi sebelum melakukan perubahan
pada UU No 33/2004.
Merujuk dari 12 permasalahan yang kami sampaikan, kami
tim kontra menolak usulan dana aspirasi anggota DPR. Dana aspirasi
dikhawatirkan akan menjadi masalah baru yang justru menyuburkan korupsi,
memperluas gap ketimpangan pembangunan antar daerah, mengacaukan anggaran, dan
memerosotkan kinerja DPR. Untuk itu, kami merekomendasikan :
- DPR membatalkan usulan dana aspirasi kepada 560 anggota DPR.
- Pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Menteri Keuangan, menolak usulan dana aspirasi DPR.
- Anggota DPR mendorong konstituen di dapilnya masing-masing untuk mengoptimalkan alokasi dana desa dengan berpartisipasi aktif, baik dari perencanaan, penyusunan, pengawasan, hingga pelaporan penyalahgunaan.
- Anggota DPR lebih bertindak aktif menyerap aspirasi konstituen di dapilnya lalu memperjuangkannya dalam menjalankan fungsi dan hak DPR dalam pembahasan anggaran dan pengawasan.
- DPR memaksimalkan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk menjawab aspirasi masyarakat.