.

Selamat datang di blog wira lesmana add twitter @wirabogor IG : wira.lesmana E-mail wira.lesmana22@gmail.com

Friday, 22 April 2016

PRO KONTRA DANA ASPIRASI DPR



PRO DANA ASPRIRASI DPR
Prolog :
Yth, Dewan juri, moderator, tim kontra dan seluruh hadirn yg berbahagia, perkenalkan kami dari univ. Djuanda bogor. Terima kasih atas waktu dan ksempatannya berkaitan dengan topik dana aspirasi ini kami selaku tim pro berpendapar bahwa :
Dana aspirasi merupakan dana yang dialokasikan oleh anggota dewan untik daerah pemilhannya guna mensejahterakan rakyat atau konstituennya.
Menurut kamus Merriam Webster, aspirasi berarti keinginan yang kuat untuk mencari sesuatu yang tinggi atau besar. Dengan begitu dana aspirasi tersebut dapat dikatakan sebagai balas budi anggota dewan terhadap rakyatnya yang dianggap telah berhasil membawanya ke parlemen.
Rapat paripurna DPR pada 23 Juni 2015 sudah mengesahkan peraturn tentang tata cara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan atau dana Aspirasi.
Dana aspirasi dalam Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) itu ialah perwujudan pasal 80 huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Sebagai upaya untuk mendekatkan anggota DPR RI dengan masyarakat.
-Pasal 78 UU No.17 2014 tentang MD3 Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sebagai berikut “bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan NKRI”.
Program itu sesuai dengan usulan yang disampaikan oleh masyarakat di Dapil masing-masing Anggota DPR RI dimana setiap anggota tidak memegang dana untuk pembangunan itu sendiri. Program ini untuk emperkuat keterwakilan di dapil masing-masing sekaligus untuk menmbangun transparansi dan akuntabilitas anggota DPR RI.
Usulan masyarakat, Camat, Bupati dan Gubernur bisa melalui UP2DP. Seluruh penggunaan anggaran tersebut akan diaudit oleh BPK dan diawasi oleh KPK.
Usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) tidak melanggar cek and balance, maka fungsi DPR harus diperkuat dalam mengawasi pelaksanaan APBN.
Dengan adanya program yang diusulkan oleh anggota DPR di daerah pemilihannya tersebut maka diharapkan penyebaran dan pemerataan pembangunan dan program program yang dikeluarrkan pemerintah bisa lebih menyebar merata keseluruh pelosok tanah air. Dengan program itu para anggota dewan dapat benar-benar mengerjakan tugas pengawasannya dengan baik.
Para anggota dewan akan dipaksa berperan serta dan berpartisipasi aktif mengawasi program tersebut. Pelaksanaannya didasarkan kepada proposal masyarakat yang masuk ke anggota DPR. Mekanisme pengajuan dari anggota tersebut juga harus dengan persetujuan praksi-masing-masing dari anggota DPR, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas anggota DPR dalam melakuan pengawasan program pembangunan daerah khususnya di dapilnya.
Denagan adanya dana aspirasi rakyat dituntut untuk memperbaiki kondisi daerah yang dinggap sudah memprihatinkan atau tertinggal, sehingga dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat yang dapat diperoleh adalah mulai dari perbaikan inftrastruktur daerah mulai daridari perbaikan infrastruktur daerah seperti mushola, jembatan, jalan dan fasilitas-fasilitas lainnya bahkan yang paling mulia ialah dengan mengurangi pengangguran dan kemisikinan didaerah. Dengan begitu, maka penggunaan dan peruntukkan dana tersebut harus tepat sasaran dan tepat guna. Terlepas apakah dana tersebut sebagai upaya untuk menjaga konstituen dan cost politik dikemudian hari atau tidak . Itu merupakan persoalan lain, karena dana tersebut akan disetor ke pemerintahan daerah untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Putusan dan tindakan yang dilakukan oleh DPR dengan mengesahkan peraturan dana aspirasi merupakan perbuatan yang dibenarkan dalam UU MD3. Dan tidak satu aturanpun yang dilanggar oleh karena itu program ini legal demi hukum (legal standing).
Oleh kerena itu terdapat beberapa tindakan yang harus dilakukan diantaranya ialah: Pertama, penyaluran dana aspirasi kepada lembaga yang tepat dan kredible serta bertanggungjawab, guna menghindari penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak berhak, sehingga dana tersebut benar-benar aman keberadaannya.
Kedua, harus dibuatnya ketentuan atau aturan/petunjuk khusus cara menggunakan dana aspirasi tersebut, agar sesuai prosedur yang bertanggungjawab, baik untuk proses pencairan dana samapai kepada tahap penggunaan dana.
Ketiga, harus dibentuknya team pengawas atau pelibatan lembaga tertentu dalam penggunaan dana, guna mengantisipasi penyalahgunaan oleh orang atau kelompok yang tidak berwenang dan keempat, dibuatnya laporan pertanggungjawaban penggunaan dana oleh pihak pelaksana dana, guna menjaga kesesuaian aliran dana yang keluar dan yang tersisa untuk peruntukkan daerah sebagaimana dimaksud.
Closing
Publik beramai-ramai menghujat DPR yang telah mengesahakan dana aspirasi mulai dari rakyat biasa sampai para elit. Ungkapan yang muncul mulai dari perampok uang rakyat, penipu dan lain sebagainya. Sejatinya itu merupakan sikap yang wajar dari demokrasi kita, terutama ditujukkan terhadap lembaga Negara sekelas DPR yang dinilai memiliki citra negative jika dibandingan dengan lembaga Negara lainnya. Persepsi yang digunakan sebagai bagian dari kebenaran dalam melihat dan menilai sesuatu. Karena publik berpandangan jika cacat satu kali, maka ia akan cacat untuk selamanya. Persepsi demikan tidaklah menjadi penuntun kita untuk selamanya dalam melihat sesuatu, bukankah baik dan buruk itu ranah etika sedangkan salah dan benar itu ranah hukum. Oleh kerena itu, keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh DPR dengan mengesahakan peratuarn dana aspirasi merupakan prubuatan yang dibenarkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (UU MD3) dan tidak satu peraturan pun yang dilanggar, terlepas bukan fungsinya itu persoalan lain. Pertentangan, penolakan dan sikap tidak setuju selalu terdapat didalamnya, namun sikap bijaksana tetaplah megiringi dalam setiap pandangan kita. Perbedaan dan kecurigaan terhadap penyaluran dana aspirasi harus diantisipasi dan ditemukan formulasi yang tepat, agar penggunaannya tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Oleh kerena itu terdapat beberapa tindakan yang harus dilakukan diantaranya ialah: Pertama, penyaluran dana aspirasi kepada lembaga yang tepat dan kredible serta bertanggungjawab, guna menghindari penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak berhak, sehingga dana tersebut benar-benar aman keberadaannya. Kedua, harus dibuatnya ketentuan atau aturan/petunjuk khusus cara menggunakan dana aspirasi tersebut, agar sesuai prosedur yang bertanggungjawab, baik untuk proses pencairan dana samapai kepada tahap penggunaan dana. Ketiga, harus dibentuknya team pengawas atau pelibatan lembaga tertentu dalam penggunaan dana, guna mengantisipasi penyalahgunaan oleh orang atau kelompok yang tidak berwenang dan keempat, dibuatnya laporan pertanggungjawaban penggunaan dana oleh pihak pelaksana dana, guna menjaga kesesuaian aliran dana yang keluar dan yang tersisa untuk peruntukkan daerah sebagaimana dimaksud.
Berdasarkan UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menjadi rujukan terkait dana aspirasi. Dan kami tetap memegang teguh pada Pancasila yaitu Sila ke – 4 yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang memiliki butir – butir sebagai berikut :
  1. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  2. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
  3. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Oleh kerena itu, keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh DPR dengan mengesahakan peratuarn dana aspirasi merupakan prubuatan yang dibenarkan dalam ketentuan peraturan.

KONTRA DANA ASPRIRASI DPR
Prolog :
Yth, Dewan juri, moderator, tim kontra dan seluruh hadirn yg berbahagia, perkenalkan kami dari univ. Djuanda bogor. Terima kasih atas waktu dan ksempatannya berkaitan dengan topik dana aspirasi ini kami selaku tim kontra berpendapar bahwa :
Dana aspirasi tidak akan menjawab persoalan penyerapan aspirasi masyarakat oleh wakilnya. Sebaliknya, dana aspirasi akan menimbulkan sejumlah masalah. Mulai dari ketimpangan pembangunan hingga potensi penyalahgunaan. Oleh karena itu, Koalisi Kawal Anggaran menyatakan penolakan usulan dana aspirasi oleh DPR. Berikut 12 alasan penolakan tersebut :
1.POTENSIAL MEMPERLUAS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
Salah satu argumentasi DPR dalam mengusulkan dana aspirasi adalah mempercepat pembangunan daerah. Padahal, dana aspirasi justru bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan. Usulan tersebut jelas tidak sejalan dengan rencana pembangunan nasional yang menempatkan persoalan ketimpangan pembangunan, khususnya antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia, sebagai isu utama.
Alasannya, dana aspirasi akan melekat pada setiap anggota DPR. Artinya, besaran dana aspirasi di setiap provinsi bergantung pada berapa banyak anggota DPR yang berasal dari dapil dalam provinsi tersebut. Konsekuensi logis dari dana aspirasi adalah memperlebar kesenjangan pembangunan sehingga pembangunan antar wilayah semakin timpang. Sebaran anggota DPR per provinsi, dapat dilihat sebagai berikut :
Dari sebaran anggota DPR per provinsi diatas, dapat disimpulkan bahwa dana aspirasi akan banyak mengalir pada provinsi-provinsi dengan dengan jumlah kursi terbanyak di DPR. Pulau Jawa dengan total 306 kursi sangat mendominasi. Padahal, rencana pembangunan nasional tengah memprioritaskan percepatan pembangunan di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
2. POTENSI MENIMBULKAN CALO ANGGARAN
Dengan adanya dana aspirasi, fungsi DPR secara tidak langsung bertambah, yaitu sebagai middle man atau calo anggaran. Dilihat dari rencana penyaluran dana aspirasi, peran DPR adalah “pengantar” proposal konstituen di dapilnya masing-masing. Dalam hal ini, DPR tidak hanya menjadi middle man tunggal. Dikhawatirkan, dana aspirasi juga akan menciptakan calo-calo anggaran lain yang akan memenuhi Rumah Aspirasi DPR di daerah untuk “menyalurkan aspirasi” dalam bentuk proposal permohonan dana aspirasi. Kekhawatiran ini mengacu kepada berbagai macam modus korupsi anggaran yang sudah diungkap oleh penegak hukum selama ini.


3.FUNGSI BARU DPR DALAM PENYALURAN DANA APIRASI AKAN MENGGANGGU FUNGSI DPR YANG LAINNYA
Dana aspirasi akan melahirkan fungsi dan tanggung jawab kerja baru bagi DPR. Padahal, DPR telah mempunyai fungsi dengan turunan kerja yang cukup padat. Pada fungsi legislasi, misalnya. DPR mempunyai target RUU dalam prolegnas yang harus disahkan setiap tahunnya. Dalam fungsi pengawasan,  DPR tidak hanya melakukan pengawasan terhadap APBN tetapi juga pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah lainnya. Oleh karena itu, dana aspirasi dikhawatirkan akan membuat kuantitas dan kualitas kinerja DPR dalam fungsi pokok yang telah diatur UU menurun.
4.MENGACAUKAN SISTEM ANGGARAN BERJALAN DAN TUMPANG TINDIH DENGAN ANGGARAN LAIN
Anggaran disalurkan untuk mewujudkan rencana pembangunan dan kebutuhan masyarakat, baik ditingkat desa dengan APBDes, ditingkat daerah dengan APBD, ataupun ditingkat nasional dengan APBN. Karena itulah anggaran direncanakan dengan melihat rencana pembangunan dan usulan masyarakat yang dimulai dengan musrenbang desa hingga pembahasan di DPR (pembahasan bertahap).
Dana aspirasi yang diharapkan akan menjawab aspirasi konstituen DPR di dapil sangat rawan bersinggungan dengan anggaran yang telah disusun baik oleh desa, kabupaten/ kota, provinsi, bahkan nasional. Selain itu, akan sulit pula melihat atau mengukur efektifitas dana aspirasi pada suatu daerah karena tidak didasari pada data dan rencana yang jelas.
Anggaran yang efektif untuk pembangunan tentu tidak dapat serta merta dialokasikan hanya dengan mempertimbangkan aspirasi konstituen DPR di dapil masing-masing tanpa melihat rencana pembangunan dan data-data yang menjadi dasar kebutuhan masyarakat.
5.POTENSI PENYALAHGUNAAN ATAU KORUPSI DANA ASPIRASI
Akibat perencanaan pengalokasiannya yang tidak jelas, dana aspirasi dikhawatirkan menjadi sumber baru korupsi yang berlansung secara massif. Dana aspirasi sangat potensial menyuburkan “proyek fiktif” berjudul aspirasi yang diaktori oleh anggota DPR bersama dengan kroninya di dapil masing-masing.
Proyek fiktif, baik berbentuk pembangunan, penyelenggaraan kegiatan, atau pengadaan fiktif, merupakan salah satu modus korupsi yang banyak terjadi, baik dalam APBN ataupun APBD. Dengan sistem yang berjalan sekarang saja, korupsi di sektor penganggaran sangat banyak terjadi, maka potensi penyimpangan yang lebih besar sangat mungkin terjadi dalam dana aspirasi. Modus yang paling potensial terjadi adalah kick back terhadap program tertentu dengan cara memperdagangkan pengaruh (trading in influence) terhadap alokasi dana yang “dipegang” oleh masing-masing anggota.



6.BERTENTANGAN DENGAN UU 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA
Dalam pasal 12 UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara ditegaskan bahwa RAPBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan penyusunan tersebut berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Artinya, APBN adalah domain pemerintah, bukan DPR. Dana aspirasi akan membuat DPR sebagai lembaga legislatif masuk terlalu jauh ke ranah eksekutif.
7.DPR TIDAK MEMPUNYAI HAK MENGALOKASIKAN ANGGARAN
Fungsi anggaran DPR telah dijelaskan dalam UU No. 17 tahun 2014. Dalam pasal 70  ayat 2 disebutkan bahwa fungsi anggaran DPR dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan atau UU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Untuk menyikapi, menyalurkan, dan menindaklanjuti aspirasi konstituennya, anggota DPR berhak mengajukan usulan rancangan undang-undang. Bukan dengan menggoalkan proposal konstituen untuk pembangunan atau kegiatan lainnya.
Dalam penentuan dana transfer daerah, usulan anggota berdasarkan aspirasi dapil juga dapat diusulkan. Kemudian, Badan Anggaran menerima, membahas, dan mengintegrasikan usulan tersebut kepada komisi terkait. DPR dapat memanfaatkan hak ini untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi konstituennya untuk masuk dalam program pemerintah. Bukan kemudian mengambil jalan pintas dengan jalur dana aspirasi.
Sesi 2
8.BIAS FUNGSI PENGAWASAN.
Selain fungsi legislasi dan anggaran, DPR memiliki fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan tersebut juga termasuk dilakukan terhadap keuangan negara (pelaksanaan APBN). Dengan adanya dana aspirasi, fungsi pengawasan DPR menjadi bias dan lemah. Pertanyaan sederhananya, bagaimana DPR dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan optimal, apabila DPR telah berbenturan dengan objek yang diawasi?
9.PEMBOROSAN ANGGARAN (ANGGARAN TIDAK EFEKTIF).
Dalam konsep dana aspirasi, besaran anggaran telah terlebih dahulu ada sebelum ada usulan program atau kegiatannya. Hal ini dikhawatirkan akan berujung pada pemborosan anggaran atau anggaran dialokasikan tidak efektif, tidak tepat sasaran, dan tidak sesuai kebutuhan. Terlebih lagi, daerah telah mempunyai anggarannya sendiri-sendiri, dimulai dari anggaran desa, kabupaten/ kota, hingga provinsi.
10.TIDAK JELASNYA MEKANISME  DPR  DALAM MENGHIMPUN ASPIRASI MASYARAKAT
Dalam pasal 210 UU No. 17 tahun 2014 disebutkan bahwa dalam pembukaan ruang partisipasi publik, anggota DPR dapat membuat Rumah Aspirasi. Namun hingga saat ini, tidak jelas bagaimana DPR mengimplementasikan sistem menghimpun aspirasi masyarakat tersebut. Apabila dana aspirasi disetujui, bagaimana DPR menghimpun aspirasai masyarakat, termasuk pertimbangan keadilan dan pemerataan, akan menjadi pertanyaan penting yang harus dijawab dengan aturan yang jelas.
11.SEMAKIN MEMBEBANI APBN
Problem nyata yang akan terjadi jika dana aspirasi disetujui adalah akan semakin  terbebaninya APBN untuk memenuhi kebutuhan politik para politisi DPR di dapil (dalam menjawab aspirasi konstituen di dapil). Bukan tidak mungkin hutang negara akan bertambah untuk ini. Atau potensial lainnya anggaran di Kementrian atau Lembaga Negara lain akan dikurangin untuk dialihkan kepada anggaran dana Aspirasi. Padahal, masih banyak sektor penting berbasis kebutuhan utama masyarakat yang belum terpenuhi. Misalnya pemerataan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
12.POTENSIAL DIGUNAKAN SEBAGAI  MESIN POLITIK PATRONASE ANGGOTA DPR
Dana aspirasi lebih mengarah pada kebijakan publik yang bersifat populis dan dirancang untuk mendukung dan mempertahankan kekuasaan atau yang biasa disebut dengan pork barrel. Dalam hal ini, DPR sebaiknya belajar dari pengalaman Filipina yang pernah melembagakan pork barrel. Setiap anggota  House of Representative di Filipina mendapat 12,5 juta peso dan untuk senator sebesar 18 juta peso sebagai “amunisi” untuk membina daerah pemilihan dan konstituennya. Dana tersebut dapat digunakan untuk jenis pekerjaan umum dan pembangunan. Sayangnya, dana tersebut banyak digunakan untuk kepentingan politik, menjaga mesin politik patronase, dan mengikat dukungan konstituen. Alokasi dana tersebut kemudian disadari tidak sesuai dengan kebutuhan lokal masyarakat (ICW, 2010).
Closing :
Nomenklatur dana aspirasi yang bisa menimbulkan berbagai interpretasi, apalagi dalam bentuk uang Rp 20 miliar setiap anggota DPR. Padahal sudah ada dana tunjangan reses Rp 150 juta/bulan.
Seperti diamanatkan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Adanya dana aspirasi semakin menambah panjang deretan dana liar ke daerah yang tidak sesuai dengan azas dana perimbangan yakni desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, DPR tidak bisa serta merta mengalokasikan dana aspirasi sebelum melakukan perubahan pada UU No 33/2004.
Merujuk dari 12 permasalahan yang kami sampaikan, kami tim kontra menolak usulan dana aspirasi anggota DPR. Dana aspirasi dikhawatirkan akan menjadi masalah baru yang justru menyuburkan korupsi, memperluas gap ketimpangan pembangunan antar daerah, mengacaukan anggaran, dan memerosotkan kinerja DPR. Untuk itu, kami merekomendasikan :
  1. DPR membatalkan usulan dana aspirasi kepada 560 anggota DPR.
  2. Pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Menteri Keuangan, menolak usulan dana aspirasi DPR.
  3. Anggota DPR mendorong konstituen di dapilnya masing-masing untuk mengoptimalkan alokasi dana desa dengan berpartisipasi aktif, baik dari perencanaan, penyusunan, pengawasan, hingga pelaporan penyalahgunaan.
  4. Anggota DPR lebih bertindak aktif menyerap aspirasi konstituen di dapilnya lalu memperjuangkannya dalam menjalankan fungsi dan hak DPR dalam pembahasan anggaran dan pengawasan.
  5. DPR memaksimalkan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk menjawab aspirasi masyarakat.