.

Selamat datang di blog wira lesmana add twitter @wirabogor IG : wira.lesmana E-mail wira.lesmana22@gmail.com

Friday, 22 April 2016

TINDAK PIDANA KORUPSI MASUK KUHP


TINDAK PIDANA KORUPSI MASUK KUHP
Landasan
PRO
KONTRA
-    Filosofis, Bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi merupakan keturut sertaannya dalam  Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial (butir 5 Sila ketiga Persatuan Indonesia).

-    Konstitusional, Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945), bahwa adanya ketentuan Tindak Pidana Korupsi/ hukum pidana khusus merupakan cita hukum bangsa Indonesia dalam membuat berbagai peraturan.

-    Operasional, Korupsi adalah Extra Ordinary Crime maka penanganannya harus pula secara Extra Ordinary, yaitu melalui UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- Dalam UU No. 20 Th 2001 ttg pemberantasan tindak pidana korupsi.
bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak
hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara
luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa
- Revisi UU KUHP-KUHAP merupakan inisiatif dari pemerintah yang telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014. Saat ini, RUU itu sendiri masih dibahas antara Komisi III dan Kementerian Hukum dan HAM.
- RKUHP terdiri dari dua buku. Buku kesatu mengatur ketentuan umum, buku kedua mengatur tindak pidana. Secara keseluruhan di dalamnya terdapat 766 Pasal.

- RUU KUHP merupakan langkah penting dalam pembaharuan hukum pidana indonesia, yg sudah dimulai sejak tahun 1963.
- pembaharuan ini perlu dilakukan karena alasan filosofis, politis, sosiologis dan praktis. (lihat Buku)
- Pilihan pengaturan hukum pidana ke dalam suatu kodifikasi tidaklah berarti bahwa kedepan tidak ada lagi ketentuan pidana khusus.
- Bagi suatu negara kesejahteraan seperti indonesia yg terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke 4.(buka UUD). Dengan adanya ketentuan hukum pidana khusus merupakan suatu keniscayaan. Campur tangan negara dalam banyak bidang kehidupan masyarakat, guna mewujudkan kesejahteraan bagi sebesar-besarnya untuk masyarakat, mengharuskan negara membuat berbagai aturan administrasi.
- Berbagai peraturan administrasi dengan sanksi pidana inilah yg sesungguhnya awal sejarah penyusunan KUHP.
- KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada dasarnya hanyalah ketentuan-ketentuan pidana yang terkodifikasi. Apa itu kodifikasi? Menurut Black’s Law Dictionary kodifikasi (hanyalah) “Suatu proses mengumpulkan, menyusun ketentuan-ketentuan sejenis dalam satu kitab secara sistematis dan ilmiah yang untuk kemudian dijadikan undang-undang. Tak ada urusannya dengan umum-atau khusus.
- KUHP sama saja dengan undang-undang pada umumnya, ya dia juga undang-undang. Yang membedakan hanyalah bentuknya yang terkodifikasi.
- Dengan sistem kodifikasi puluhan UU yang mengatur tindak pidana dan prinsip-prinsipnya dapat disederhanakan dalam 1 buku kecil, seperti KUHP yang kita punya saat ini. Praktis bukan? Kalau aturan-aturan tersebut bisa disederhanakan dalam 1 UU, untuk apa dibuat rumit menjadi sekian puluh UU? kodifikasi dibuat untuk kebutuhan praktis, dan sebagai Produk nasional hukum yang konsepnya baik, yaitu ; demokratisasi, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi.
- Dalam KUHP diatur sangat banyak jenis tindak pidana, dari pembagian berdasarkan bab saja dalam Buku II terdapat 31 buah bab yang mengatur jenis-jenis tindak pidana yang berdiri sendiri. Belum lagi pelanggaran yang diatur dalam Buku III. Selain itu terdapat lebih dari 85 pasal yang mengatur ketentuan-ketentuan umum, yang didalamnya mengatur prinsip dan asas-asas hukum pidana. Tanpa ada sistem kodifikasi maka berarti masing-masing jenis tindak pidana membutuhkan undang-undang tersendiri. Setidaknya ada 31 buah UU untuk mengatur semua tindak pidana yang saat ini ada dalam KUHP. Misalnya UU Pencurian, UU Pembunuhan, UU Pemalsuan dll. Tak hanya itu, masing-masing UU tersebut harus memuat 85 lebih prinsip-prinsip hukum pidana yang saat ini diatur dalam Buku I KUHP. Bisa dibayangkan kah seberapa tebal masing-masing UU tersebut? Bisa dibayangkan juga kah, seberapa banyak undang-undang yang harus tersedia di meja masing-masing penyidik, penuntut umum, hakim dll? Sangat tidak praktis bukan?
- Tindak Pidana Korupsi masuk KUHP merupakan semangat pemerintah dan DPR untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum pidana.
- Revis KUHP merupakan inisiatif dari pemerintah yang telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014, sebagai pembangunan hukum pidana.
- Eksistensi KPK tidak terancam jika nantinya RKUHP diundangkan, karena 15 Pasal korupsi dalam RKUHP hanya mengatur substansi, tidak menyentuh penegakan hukumnya.
- Eksistensi KPK tidak terancam jika nantinya RUU KUHP diundangkan. Luhut memberikan alasan, bahwa 15 pasal korupsi yang terdapat dalam RUU KUHP hanya mengatur substansi, tidak menyentuh penegakan hukumnya.
- RUU KUHP bukan melemahkan pemberantasan korupsi, tetapi kodifikasi semua tindak pidana yang jumlahnya ada sembilan. “Menutut saya, ini adalah produk nasional hukum yang konsepnya baik, yaitu; demokratisasi, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi.
- Kritik keras dari KPK yang menolak delik korupsi masuk dalam RUU KUHP lebih karena perasaan emosi bahkan terkesan memonopoli kebenaran. Padahal, sebenarnya hiruk-pikuk pemberantasan korupsi sekarang, lebih dikarenakan isu politisasinya daripada penegakan hukum. “Kami dari tim pro tidak setuju dengan sikap KPK yang menolak keberadaan RUU KUHP.
- Cara-cara menghardik terhadap pembahasan RUU KUHP. Ia menyarankan agar pihak-pihak yang tidak setuju hendaknya menyampaikan saja dengan membuat daftar inventarisasi masalah. “Jangan sampai  RUU ini tidak jadi diundangkan hanya karena emosi yang berkembang.
- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan dilumpuhkan dalam pembahasan RKUHP.
- Yasonna memastikan bahwa delik khusus, seperti korupsi akan tetap dihargai.
- RKUHP bertujuan untuk membuat kodifikasi hukum di Indonesia. Walau begitu, keberadaan pidana khusus seperti korupsi di RKUHP tidak akan menghilangkan lembaga KPK sebagai aparat penegak hukum.
- Tidak berarti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) menjadi bubar dengan delik terorirsme ada di KUHP. Delik pencucian uang jadi hilang, ya enggak. Ini kan tetap kewenangan penegakan hukum.
- Dengan adanya pasal 211 RUU-KUHP, maka terbuka peluang untuk mengatur lex specialis diluar KUHP. Pasal ini mamatahkan argumentasi bahwa kelak dengan berlakunya UU ini, maka UU Pidana diluar KUHP menjadi hilang. Justru Kelak setelah RUU ini diberlakukan sebagai lex generalis atau ketentuan umum, maka eksistensi UU pidana khusus yang berperan sebagai lex spesialis tetap diakui. (hal 6)
- Apakah benar seluruh tindak pidana yang diatur dalam KUHP berarti adalah ‘kejahatan biasa’?
- Apakah tindak pidana membunuh presiden atau kepala negara adalah kejahatan biasa?
- Apakah kejahatan Pemberontakan adalah kejahatan biasa?
- Apakah kejahatan makar dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah dari negara ini adalah kejahatan biasa?
- Jika kita menjawab kejahatan-kejahatan tersebut adalah kejahatan biasa, apalagi biasa-biasa saja, mungkin ada yang salah dengan jempol kaki anda, cantengan mungkin. Dalam KUHAP Buku Kedua Bab Kesatu tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. bahkan diatur khusus kejahatan-kejahatan ini saat pemeriksaan tersangka di tahap penyidikan, penasihat hukum tidak boleh mendengar pemeriksaan yang dilakukan, hanya melihat semata.
- Sekarang pertanyaannya kita balik, apakah jika suatu tindak pidana diatur di luar KUHP maka berarti tindak pidana tersebut adalah tindak pidana yang bersifat luar biasa? Jika ya, lalu bagaimana dengan pelanggaran lalu lintas? Kejahatan luar biasa kah? Tindak Pidana terkait Lalu Lintas di atur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum lho, yang artinya di atur di luar KUHP. Apa luar biasanya ya pelanggaran maupun kejahatan lalu lintas, seperti melanggar rambu-rambu lalin atau menabrak orang karena lalai?.
- Pandangan yang menganggap bahwa tindak pidana yang diatur dalam KUHP adalah tindak pidana umum sementara di luar KUHP adalah khusus, kemudian umum-khusus tersebut dikaitkan juga dengan luar biasa atau tidaknya suatu kejahatan tidak terlepas dari bagaimana kita melihat apa itu KUHP itu sendiri. Pandangan tersebut biasanya terlalu melebih-lebih kan KUHP, seakan KUHP adalah mahluk tersendiri yang tak jarang dianggap tidak bisa diubah, tak jarang juga dianggap KUHP berpasang-pasangan dengan KUHAP. KUHAP hanya untuk KUHP dan KUHP hukum acaranya pasti hanya KUHAP, tidak bisa lebih. Suatu cara pandang yang keliru, sesat dan menyesatkan. Satu contoh kecil yang dapat membantah hal ini misalnya pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Kejahatan ini diatur dalam KUHP (362 dst), namun karena pelakunya anak dibawah umur hukum acaranya tidak hanya KUHAP namun juga hukum acara pidana anak yang saat ini diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Siste Peradilan Pidana Anak.
- KUHP tidak bisa diubah, atau setidaknya sulit untuk diubah. Suatu pandangan yang keliru. Karena KUHP atau kodifikasi UU lainnya adalah undang-undang juga, maka ia bisa diubah. Bagaimana cara mengubahnya? Ya buat saja UU yang menyatakan atau didalamnya menyatakan bahwa terdapat suatu ketentuan di KUHP yang diubah. Praktik ini sudah sering terjadi kok, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh negara yang menganut sistem kodifikasi. Apa buktinya? Lha, itu UU No. 20 Tahun 2001 sendiri telah mengubah KUHP, dengan menyatakan beberapa pasal di KUHP tidak berlaku lagi.
Contoh lainnya? Cek di KUHP yang anda pegang saat ini, bagaimana bisa ada kata “Presiden” di dalam Pasal 134 padahal katanya KUHP buatan belanda, sementara di belanda tidak ada jabatan Presiden. Kata ‘presiden’ ini masuk karena perubahan yang dilakukan oleh UU No. 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Mau contoh lainnya? Cek Bab XXIXA KUHP tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana /Prasarana Penerbangan. Apakah bab ini sudah ada sejak tahun 1915 ketika KUHP untuk hindia belanda ini dibuat? Tidak. Bab ini ditambahkan melalui UU No. 4 Tahun 1976. Banyak kok perubahan-perubahan terhadap KUHP. KUHP bukan benda sakral yang tidak bisa diubah, atau membutuhkan waktu 100 tahun untuk mengubahnya.
- Apa kaitannya kodifikasi dengan luar biasa atau tidaknya suatu tindak pidana? Tidak ada. Jika korupsi dipindahkan ke dalam KUHP tidak akan menghilangkan sifat luar biasanya (kalau kita sepakat korupsi adalah kejahatan luar biasa). Normanya tetap setingkat UU karena KUHP ya undang-undang. Hukum acaranya tetap dapat diatur secara khusus, seperti halnya tindak pidana yang dilakukan anak dibawah umur. Sekali lagi kodifikasi tujuannya hanyalah untuk kegunaan praktis dan sebagai Produk nasional hukum yang konsepnya baik, yaitu ; demokratisasi, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi.
- Jadi menurut pemikiran kami, masih mikir jika korupsi dipindahkan ke KUHP akan kehilangan sifat keluarbiasaannya?
- Pengaturan tentang tindak pidana koupsi berawal dari peraturan penguasa perang pusat pada tahun 1957 yg dikeluarkan berdasarkan UU darurat. Sampai saat ini pengaturan tetap dalam UU. Ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat terhadap tindak pidana korupsi sejak pertengahan tahun 50-an tersebut hingga sekarang tetap sama, bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus yg membutuhkan pengaturan tersendiri pula untuk menanggulanginya. (sumber hal 4).
- Muladi selaku Ketua Tim Penyusun RUU-KUHP pun menyatakan, bahwa dalam memilih delik-delik yang ada di dalam UU khusus (untuk dimasukkan ke dalam RUU-KUHP), konsep kodifikasi mendasarkan pada kriteria tindak pidana yang bersifat umum. Dalam hal ini bertolak belakang dengan sejarah dibentuknya pengaturan tindak pidana korupsi yang bersifat khusus.
-Korupsi sebagai kejahatan luar biasa sekarang ini hanya mampu diberantas melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara kelembagaan, dengan senjatanya yang bersifat khusus, yakni UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-Jikalau delik korupsi tetap dipaksakan untuk  masuk dalam RUU KUHP, apakah memang saat ini lembaga kepolisian dan kejaksaan sudah dapat dipercaya? Jadi, KPK harus diberi kesempatan untuk bekerja dahulu.
- Kami dari tim kontra mengajak kepada segenap bangsa untuk kembali mengigat sejarah, bahwa dibentuknya KPK oleh karena kepolisian dan kejaksaan sudah tidak dipercaya dalam memberantas korupsi.
- Terkait dengan semangat pemerintah bersama DPR untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum pidana, Sahetapy menyatakan bahwa niat itu sah-sah saja. Namun, bukan berarti seluruh tindak pidana disusun dalam satu buku.
- Kodifikasi tidak boleh  diartikan seluruh tindak pidana, harus disusun dalam satu buku. Artinya, RUU KUHP harus dilakukan melalui proses pengkajian yang kritis. Dengan demikian, delik korupsi tidak layak dimasukan dalam RUU KUHP. Supaya tidak salah paham, kodifikasi adalah menghimpun semua peraturan yang ada dalam satu buku. Tapi itu tidak berarti tidak boleh ada peraturan di luar buku itu. Itu yang saya kira ada kesalahpahaman. Kodifikasi bisa saja dilakukan, tapi itu tidak berarti tidak boleh ada peraturan lain di luar kodifikasi.
-           Secara akademik dan praktik, masuknya delik tipikor dalam KUHP akan mereduksi kewenangan yang dimiliki KPK (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan termasuk menyangkut wiretapping/ penyadapan), karena korupsi telah menjadi ranah tindak pidana umum jadi bukan lagi ranah KPK.
-           Kelembagaan pemberantasan korupsi semakin sempit ruang lingkup tugas dan fungsinya.
-           Pemerintah dan DPR mesti mengingat kembali bahwa korupsi sampai saat ini masih menjadi kejahatan yang sangat mengancam.
- Sikap KPK maupun lembaga-lembaga penegak hukum lain yang merasa dirugikan akan keberadaan RUU KUHP sangat beralasan. Khusus KPK, menurutnya, dengan dimasukkannya delik korupsi dalam KUHP, maka tinggal menunggu hari saja nasib KPK. “Jika delik korupsi dimasukkan dalam RUU KUHP, maka pertanyaan saya, bagaimana dengan hukum acaranya?
- Penempatan delik tipikor dalam RKUHP akan mempengaruhi segala kewenangan KPK dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebagaimana diketahui, KPK memiliki kewenangan khusus yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK,  seperti penyadapan dan perekaman di tingkat penyelidikan.
- RUU KUHP terdiri dari dua buku. Buku kesatu mengatur ketentuan umum, buku kedua mengatur tindak pidana.Secara keseluruhan di dalamnya terdapat 766 pasal.  Sahetapy menghimbau agar di dalam KUHP perlu dibicarakan betul-betul buku satu, karena di situlah pembahasannya.
- Profesor Sahetapy banyak berkontribusi pada awal-awal pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP memang sangat teguh pada pendiriannya bahwa  kedua RUU itu lebih baik dianulir. Ia mengungkapkan alasannya, pada era Presiden Soeharto, para ahli sudah hampir menyelesaikan RUU-RUU itu, tinggal satu atau dua pasal, tetapi begitu era reformasi, RUU itu dinyatakan tidak relevan. “Lain koki, lain masakannya.
- Inti masukan kami, agar delik korupsi dalam UU Tipikor untuk sementara tidak masuk dalam RKUHP. Pemahanan secara akademik maupun praktik, jika delik tindak pidana korupsi (tipikor) masuk dalam RUU KUHP, maka akan mengalami perubahan menjadi delik tindak pidana umum (tipidum). Apabila kepolisian dan kejaksaan sudah dipercaya dalam memberantas korupsi maka barulah bisa dimasukan dalam RKUHP. Jadi intinya benahi terlebih dahulu kepolisian dan kejaksaan.
- Dalam hal ini pula, kami tim pro menyarankan Dirjen PP Kemenkumham mendiskusikan dan membicarakan secara intensif rumusan RUU KUHP dengan para stakeholder, termasuk KPK dan Kejaksaan. permasalahan ini diselesaikan terlebih dahulu sebelum pemerintah melakukan pembahasan dengan DPR.
- Jika pada revisi UU KUHP diatur tentang tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang maka UU Tipikor dan UU Pencucian Uang tidak akan berlaku. hal tersebut akan membatasi gerak KPK, Kejaksaan, Tipikor dan PPATK yang bergerak berdasarkan UU Tipikor dan UU Pencucian Uang. hal tersebut juga akan menghilangkan semangat dan roh bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa.
- Jika RUU KUHP ini berlaku dan disahkan maka yang punya kewenangan dalam penyidikan tindak pidana korupsi hanyalah polisi, maka KPK akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
- Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2015, delik korupsi masuk dalam pasal 687-706. Adapun delik tindak pidana pencucian uang (TPPU) ada di pasal 767. Adanya delik korupsi dalam RUU KUHP ini ditolak KPK. "Inti masukan KPK, agar delik-delik korupsi tidak dimasukkan dalam rancangan KUHP.
- Korupsi bisa menjadi ranah tindak pidana umum jika diatur dalam KUHP dan bukan lagi menjadi ranah KPK. "Karena, pemahamam secara akademik maupun praktik dalam hal delik tipikor jika masuk ke dalam KUHP menjadi tindak pidana umum. Kalau begitu, bukan ranahnya KPK.
- Masuknya delik korupsi ke dalam KUHP akan berdampak pada kewenangan yang dimiliki KPK. Termasuk kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. "Akan ada reduksi kewenangan yang dimiliki KPK.
Ini menyangkut pemeriksa KPK, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta menyangkut wiretapping (penyadapan). Wiretapping kan front gate KPK di penyelidikan.
- Kondisi tindak pidana korupsi di dalam masyarakat indonesia, berbeda dengan tindak pidana lain yang juga berat, seperti terorisme misalnya. Di Indonesia Korupsi adalah kejahatan yang bersifat sistematis dan meluas, dan merampas hak-hak ekonomi dan sosial rakyat banyak, sehingga dianggap sebagai extra ordinary crime.
- RKUHP harus dilakukan melalui proses pengkajian yang kritis. Dan perlunya persetujuan dari KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan DPR.
- Jika dikaji dengan seksama berdasarkan naskah akademis tahun 2010, tim yang merevisi konsep KUHP, memasukkan begitu saja hampir semua tindak pidana di luar KUHP de dalam RUU. Pengaturan tersebut ke dalam RUU, tanpa ada sinkronisasi dengan pengaturan tindak pidana tersebut dalam rancangan Buku II yg sudah ada sebelumnya. Misal sesuai pasal 666,667 dst dalam RUU-KUHP : pengaturan tindak pidana korupsi, yang menempatkan delik suap (pegawai negeri dan hakim) ke dalam delik terhadap jabatan, tidak lagi dalam bab tindak pidana korupsi.
Menjadikan suap (pegawai negeri dan hakim) bukan lagi tindak pidana korupsi.
-Pandangan kami sebagai tim kontra pemikiran tersebut merupakan pemikian yang sangat bertentangan dengan logika hukum yang berkembang dalam masyarakat, baik nasional maupun internasional. Dalam praktik penegakan hukum pidana korupsi, suap adalah bentuk korupsi yang paling banyak terjadi dan ditangani oleh penegak hukum. Menurut data ICW ada sebanyak 590 kasus suap pada 2015 semseter pertama. Dengan kerugian sebanyak 475,3 milyar.