Berdasarkan kajian yang telah dilakukan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pengelolaan dana desa tahun
anggaran 2015, dinilai memiliki sejumlah persoalan yang membuka celah tindak
pidana korupsi. Setidaknya, ada 14 permasalahan yang dibagi dalam empat aspek.
Yaitu aspek regulasi kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan dan
aspek sumber daya manusia.
Persoalan pada aspek regulasi kelembagaan
terlihat dari belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan
keuangan desa, ditambah potensi tumpang tindih kewenangan Kementerian Desa
(Kemendes) dengan Direktorat Jendral Bina Pemerintah Desa Kemendagri.
Selanjutnya pada aspek tata laksana, terdapat lima persoalan. Yakni, kerangka
waktu situs pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa, satuan harga
baku barang dan jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa
belum tersedia, dan transparansi rencana penggunaan dan pertanggung jawaban
APBDesa masih rendah. Selanjutnya pada aspek pengawasan, terdapat tiga
potensi persoalan. Yakni efektivitas inspektorat daerah dalam melakukan
pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa mash rendah, saluran pengaduan
masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah dan ruang lingkup
evaluasi dari pengawasan yan dilakukan oleh camat belum jelas. Terakhir, pada aspek
sumber daya manusia, terdapat potensi persoalan yakni tenaga pendamping
berpotensi melakukan korupsi kerena memanfaatkan lemahnya aparat desa.
Melihat kajian Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang terjadi berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka segala
bentuk persoalan yang terkait dengan alokasi dana desa sangat ditentukan oleh
proses implementasi yang baik, maka perlu adanya perbaikan yang optimal dalam
hal pengimplementasian alokasi dana desa sehingga dapat memberikan kontribusi
jangka panjang pada masyarakat namun bukan berarti sebisa mungkin pembangunan
sarana fisik diminimalisir, yang utama perlu dipertimbangkan adalah apakah
pembangunan fisik tersebut memang memberikan kontribusi yang besar dan
produktif bagi masyarakat? Inilah yang harus benar–benar dipikirkan dan
pertimbangkan. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana seharusnya desa
mengelola/menggunakan anggaran alokasi dana desa-nya? Sehingga tujuan yang
diharapkan dari anggaran tersebut dapat terwujud.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka
perlu kiranya menganalisis kasus tersebut dengan menggunakan presfektif
administrasi negara sehingga dapat menemukan gagasan atau ide dalam
menyelesaikan masalah atau kasus yang akan penulis bahas dengan judul “ANALISIS KASUS “KPK TEMUKAN 14 MASALAH
DALAM ALOKASI DANA DESA”
Alokasi Dana Desa (ADD)
Tujuan
pelaksanaan ADD adalah:
1) Meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya;
2)
Meningkatkan kemampuan lembaga
kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa;
3)
Meningkatkan pemerataan pendapatan,
kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa; serta
4) Mendorong
peningkatan swadaya gotong royong masyarakat (Anonim, 2005:45).
Sejalan dengan penjelasan tentang konsep
alokasi dana desa di atas, maka konsep yang harus digunakan dalam analisis ini
yang juga sejalan dengan konsep-konsep alokasi dana desa tersebut adalah konsep
alokasi dana desa berdasarkan Undang-Undang Desa atau peraturan daerah.
Pengelolaan kegiatan dan keuangan
Alokasi Dana Desa (ADD) direncanakan secara terbuka melalui musyawarah rencana
pembangunan Desa yang hasilnya dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan Belanja Desa (APBDes), dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka
dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di Desa. Arah penggunaan ADD di bagi
menjadi dua tujuan utama, yaitu digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa dan untuk pemberdayaan masyarakat.
Belanja kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan desa diprioritaskan untuk belanja aparatur dan operasional desa.
Untuk belanja pemberdayaan masyarakat diperuntukkan pada dua titik utama yaitu
belanja pemberdayaan (belanja barang dan modal) dan belanja penguatan ekonomi
masyarakat desa.
ALTERNATIF
SOLUSI
1.
Aspek
Regulasi Kelembagaan
Dari hasil analisis penulis dalam
pelaksanaan Alokasi Dana Desa, terdapat beberapa faktor pendorong dan
penghambat.
Beberapa faktor pendorong atau solusi
persoalan tersebut adalah:
1. Adanya
sosialissasi yang dilakukan oleh Tim Kabupaten.
2.
Pencapaian informasi dari pembuat
kebijakan ke pelaksana kebijakan berjalan lancar.
3.
Terdapat konsistensi dalam pencapaian
pesan/perintah kebijakan artinya tidak terdapat perintah yang bertentangan.
Sedangkan faktor penghambat dalam
komunikasi ini adalah sosialisasi kepada masyarakat mengenai kebijakan ADD
belum ada, sehingga pemahaman masyarakat mengenai ADD kurang, hal ini akan
berakibat pada sulitnya mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan
ADD maupun dalam pengawasan kegiatan.
2.
Aspek
Tata Laksana
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan
kebijakan Alokasi Dana Desa, hasil analisis penulis terhadap sikap pelaksana
terdapat beberapa faktor pendorong dan penghambat.
Beberapa
faktor pendorong (solusi) tersebut adalah:
a) Adanya
persepsi pelaksana yang mendukung kebijakan Alokasi Dana Desa.
b) Adanya
tindakan dan langkah-langkah dari nyata dari pelaksana Alokasi Dana Desa,
berupa penyusunan RPD dan pelaksanaan kegiatan operasional Pemerintahan Desa dan
pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan faktor penghambat dalam sikap
pelaksanaan adalah kurangnya respon para pelaksana Alokasi Dana Desa yang
beranggapan bahwa kebijakan Alokasi Dana Desa adalah sebuah kebijakan rutin
belaka, dan Kepala Desa selaku penanggungjawab Alokasi Dana Desa cenderung
bekerja sendiri tanpa melibatkan tim yang lain.
3.
Aspek
Pengawasan
Hasil analisis penulis dalam aspek
pengawasan dengan pelaksanaan Alokasi Dana Desa, terdapat beberapa faktor
pendorong dan penghambat. Faktor pendorong tersebut adalah :
1) Terbentuknya
struktur organisasi berupa Tim Pelaksana Alokasi Dana Desa di desa, yaitu
Kepala Desa selaku Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), sekretaris
Desa selaku Penanggung jawab Administrasi Kegiatan (PJAK), Kepala Urusan
Keuangan selaku Bendahara Desa dan dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.
2)
Adanya saluran pengaduan masyarakat
melalui media online. Contonya aplikasi LAPOR yang sudah dijalankan pemerintah.
3) Terdapat
pengawasan dalam mengawasi dan mengevaluasi dana desa secara rutin.
Sedangkan faktor penghambat dalam sumber
daya ini adalah belum adanya pembagian tugas di antara Tim pelaksana ADD dan
kurangnya koordinasi Tim pelaksana ADD, efektivitas pengawasan yang dilakukan inspektorat
daerah masih rendah, tidak ada saluran pengaduan dan ruang lingkup evaluasi dan
pengawasan masih rendah.
4.
Aspek
Sumber Daya Manusia
Dari
hasil analisis penulis dalam hubungan sumber daya manusia dengan pelaksanaan Alokasi
Dana Desa, terdapat beberapa faktor pendorong dan penghambat.
Beberapa
faktor pendorong tersebut adalah:
1) Adanya
kemampuan para pelaksana untuk memberi dorongan kepada masyarakat agar
berpartisipasi dalam kegiatan ADD, meskipun hanya berupa tenaga dan material.
2)
Adanya kemampuan pelaksana kebijakan ADD
dalam melakukan identifikasi dan menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan ADD.
3)
Kelengkapan sarana/prasarana desa dalam
mendukung kebijakan ADD.
4) Terdapat
dukungan masyarakat terhadap kebijakan ADD berupa tenaga dan material.
Sedangkan
faktor penghambat dalam sumber daya ini adalah rendahnya pendidikan para
pelaksana Alokasi Dana Desa, sehingga pemahaman pelaksana mengenai Alokasi Dana
Desa kurang, serta tidak adanya dukungan pendapatan desa yang memadai, sehingga
menimbulkan kurangnya dukungan finansial dalam pelaksanaan kebijakan.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dalam analisis penulis adalah sebagai berikut:
1) Melihat
kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terjadi berdasarkan penjelasan
tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa segala bentuk persoalan yang
terkait dengan alokasi dana desa sangat ditentukan oleh proses implementasi
yang baik.
2)
Beberapa aspek yang mempengaruhi
pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) Yaitu aspek regulasi kelembagaan, aspek
tata laksana, aspek pengawasan dan aspek sumber daya manusia.
3)
Alternatif solusi dalam menyelesaikan
persoalan menurut 4 aspek diatas ialah :
a)
Aspek
Regulasi Kelembagaan
Harus adanya sosialissasi yang dilakukan oleh Tim
Kabupaten, Pencapaian informasi dari pembuat kebijakan ke pelaksana kebijakan
berjalan lancar dan terdapat konsistensi dalam pencapaian pesan/perintah
kebijakan artinya tidak terdapat perintah yang bertentangan.
b)
Aspek
Tata Laksana
Harus adanya persepsi pelaksana yang mendukung
kebijakan Alokasi Dana Desa, dan adanya tindakan dan langkah-langkah dari nyata
dari pelaksana Alokasi Dana Desa, berupa penyusunan RPD dan pelaksanaan
kegiatan operasional Pemerintahan Desa dan pemberdayaan masyarakat.
c)
Aspek
Pengawasan
Terbentuknya struktur organisasi berupa Tim
Pelaksana Alokasi Dana Desa di desa, yaitu Kepala Desa selaku Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan (PJOK), sekretaris Desa selaku Penanggung jawab
Administrasi Kegiatan (PJAK), Kepala Urusan Keuangan selaku Bendahara Desa dan
dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa, adanya saluran pengaduan
masyarakat melalui media online. Contonya aplikasi LAPOR yang sudah dijalankan
pemerintah dan terdapat pengawasan dalam mengawasi dan mengevaluasi dana desa
secara rutin.
d)
Aspek
Sumber Daya Manusia
Adanya kemampuan para pelaksana untuk memberi
dorongan kepada masyarakat agar berpartisipasi dalam kegiatan Alokasi Dana Desa,
meskipun hanya berupa tenaga dan material, adanya kemampuan pelaksana kebijakan
Alokasi Dana Desa dalam melakukan identifikasi dan menyelesaikan masalah dalam
pelaksanaan Alokasi Dana Desa, kelengkapan sarana/prasarana desa dalam
mendukung kebijakan Alokasi Dana Desa, dan terdapat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan Alokasi Dana Desa berupa tenaga dan material.