Latar Belakang
Pelayanan pemerintah dalam pelayanan
publik masih belum sesuai dengan konsep ideal dan harapan masyarakat. Fakta ini
dapat dilihat dari berbagai pelayanan pemerintah daerah yang masih terkesan lambat,
berbelit-belit, memakan waktu yang lama, cenderung statis dan kaku, serta mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, pelayanan yang diberikan juga
dilakukan dengan “penjaga gawang” yang menunggu masyarakat datang untuk meminta
pelayanan. Kondisi tersebut, berbanding terbalik dengan sifat masyarakat yang cenderung
dinamis dan bergerak maju. Sehingga untuk efektifitas dan efisiensi layanan,
pemerintah dituntut untuk menyesuaikan diri dan tidak hanya berdiam diri
menunggu kedatangan masyarakat di kantor pemerintah. Praktik pelayanan yang meminta
dilayani semacam ini bertentangan secara mendasar dengan prinsip dasar dan
tujuan awal pelayanan itu dilakukan. Konsep pelayanan publik seperti di atas
perlu diperbaiki melalui suatu inovasi untuk mendekatkan pelayanan itu sendiri
kepada masyarakat. Konsep pelayanan publik kepada masyarakat yang hanya dari
balik meja kantor dan terkesan kaku harus berubah sesuai perkembangan kebutuhan
masyarakat dengan pelayanan publik yang proaktif atau “jemput bola” dengan
mendatangi langsung masyarakat. Dengan perubahan konsep tersebut, maka pelayanan
publik kepada masyarakat akan lebih mudah dan lebih murah serta lebih cepat.
Pemikiran seperti di atas juga menjadi awal
perubahan pelayanan pertanahan (sertifikat tanah) di Kabupaten Karanganyar.
Persoalan dalam pelayanan urusan pertanahan tidaklah eksklusif menjadi milik
Kabupaten Karanganyar saja. Kementerian PAN dan RB (2013) mencatat sejumlah
persoalan pertanahan yang kerap dikeluhkan masyarakat umum, yakni 1) kesulitan masyarakat
dalam mengakses pelayanan di bidang pertanahan; 2) Biaya transportasi yang dikeluarkan
masyarakat sangat tinggi karena harus datang berulangkali ke kantor BPN/ kantor
pertanahan setempat; 3) Masyarakat membutuhkan waktu pelayanan yang lama dalam mengurus
sertifikat tanah; 4) Jumlah tanah yang bersertifikat kurang dari 100 bidang
tanah; 5) aksi percaloan yang marak di Kantor Pertanahan setempat; dan 6)
ketiadaan kerjasama antara BPN/kantor pertanahan setempat dan pemda dalam
melayani masyarakat.
Menghadapi realita kondisi pelayanan
yang sedemikian buruk maka dikembangkan suatu program yang bisa memperbaiki
semua hal tersebut. Program pelayanan tersebut dinamakan LARASITA (Layanan
Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah), di mana konsepnya secara umum adalah petugas
akan mendatangi semua desa (masyarakat) secara berkala untuk memberikan pelayanan
pertanahan. Masyarakat tidak perlu datang ke Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar
tetapi hanya menunggu di desa masing-masing sehingga pelayanan menjadi mudah
dijangkau, murah, efektif dan efisien. Program LARASITA merupakan solusi
inovatif atas buruknya pelayanan bidang pertanahan yang selama ini terjadi di
Kabupaten Karanganyar.
Keterbukaan akses merupakan kata kunci
dalam inovasi ini, menekankan inisiatif mendatangi warga masyarakat secara
proaktif, melampaui batasanbatasan geografis di seluruh wilayah kabupaten. Konsep
pelayanan pertanahan yang mobile ini cocok juga diimplementasikan di Kabupaten Karanganyar
yang memiliki kondisi geografis yang terpisah satu sama lain, sulit dijangkau
dan jalannya yang berliku-liku. Dengan demikian, tujuan pemda agar pelayanan
pertanahan secara praktis, murah, dan mudah, serta bebas konflik kepentingan horizontal
antar warga masyarakat dapat lebih diwujudkan bagi masyarakat.
Perencanaan Strategi
Secara prinsip masyarakat memerlukan
dokumen pertanahan, berupa berbagai jenis akta atau sertifikat tanah bagi
keabsahan penggunaan dan kepemilikannya. Kebutuhan ini seharusnya sejalan dengan
kepemilikan sertifikat/akta pertanahan yang sesuai dengan jumlah petak tanah
yang digunakan dan dimiliki warga masyarakat. Kesenjangan antara kebutuhan masyarakat
dan tingkat kepemilikan sertifikat/akta pertanahan beranjak dari permasalahan
internal birokrasi yang menjadi disinsentif terhadap kemauan dan kemampuan
masyarakat mengurus dokumen pertanahannya. Percaloan merupakan masalah lain
yang mengambil keuntungan dari kondisi tersebut.
Permasalahan dan tantangan di atas
sebenarnya bertemu dengan peluang berupa perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dewasa ini yang memungkinkan segala proses administrasi dilakukan
cepat dan efisien. Peluang lain tentu saja potensi penghimpunan pajak bumi dan
bangunan (PBB) yang bisa berjumlah besar jika administrasi pertanahan dilakukan
dengan rapi, terlepas dari domain kewenangan penghimpunan pajak berada di
tingkat pemerintah atau pemerintahan daerah.
Permasalahan dan peluang ini menemukan
jalan tengah solutif berupa terobosan program untuk mendatangi warga masyarakat
secara langsung. Keterhambatan geografis dan prosedural diharapkan terpecahkan
dengan mekanisme pelayanan yang “menjemput bola” dengan daya dukung TIK yang
memproses aplikasi permohonan masyarakat secara cepat, real time, dan efisien. LARASATI
diwujudkan tidak hanya sebagai program inovasi tetapi juga strategi untuk
mengatasi persoalan klasik dalam dunia pertanahan, terutama di era otonomi
daerah.
Dimensi-Dimensi Inovasi
(Pelaksanaan)
1. Inovasi Konsep
Gagasan yang mendasari inovasi pelayanan
pertanahan “jemput bola” pada LARASITA diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Karanganyar, H. M. Rukyat dan Bupati Karanganyar Hj. Rina Iriani pada 2006. Muatan
inti gagasan ini sederhana: jika masyarakat tidak mendatangi kantor pertanahan/BPN
untuk mengurus tanah, petugaslah yang mendatanginya. Gagasan inilah yang
memunculkan konsep mobilitas pelayanan, terjun langsung ke tengah-tengah warga
masyarakat. Konsep di atas merupakan sebuah terobosan inovatif dengan
mempertimbangkan setidaknya tiga hal. Pertama, konsep mobilitas ini merombak
tradisi kekakuan birokrasi yang mengedepankan posisinya sebagai penguasa
(ambtenaar) daripada pelayan masyarakat; masyarakat mendatangi birokrasi merupakan
fenomena umum hampir seluruh sektor pelayanan di negara berkembang. Kedua, konsep
ini benar-benar menghadirkan kebaruan dalam pengertian sebenarnya, bahwa hingga
buku ini ditulis praktik mobilitas pelayanan masih langka ditemukan, baik di
lingkungan pemerintah maupun sektor swasta. Ketiga, konsep ini menghadirkan
jalan tengah paling mumpuni dan kompromistis antara keterhambatan geografis,
keterbatasan masyarakat dalam mengakses teknologi informasi dan komunikasi
(TIK), serta prosedur baku birokrasi. Daripada menghadirkan sebuah portal yang
mesti diakses warga dengan bermodalkan akses dalam jaringan (online), pemda
memenuhi kebutuhan warga dengan mendatanginya dengan tanpa mengabaikan daya dukung
TIK. Esensi LARASITA sebenarnya lebih dari sekadar pelayanan administrasi
pertanahan. Program inovasi ini mengandung konsep yang strategis bagi
keberlangsungan perubahan tata kelola pemerintahan dalam konteks daerah bercorak
agraris. LARASITA merupakan upaya menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan
reformasi agraria, mendampingi dan memberdayakan masyarakat dalam bidang pertanahan,
melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang terlantar dan terindikasi
bermasalah, fasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang dapat diselesaikan di
lapangan, menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat
dan mempercepat proses legalisasi aset tanah masyarakat.
Konkretisasi konsep inovatif dilakukan
melalui kebijakan dan regulasi, yakni SK Bupati No. 590/554 Tahun 2006, pedoman
BPN Kabupaten Karanganyar tentang layanan LARASITA, kebijakan DPRD Kabupaten Karanganyar
terkait penetapan alokasi anggaran dalam APBD untuk mendukung LARASITA.
2. Inovasi Metode/Proses
Kebaruan metode/proses penyelenggaraan pelayanan
pertanahan di Kabupaten Karanganyar dilakukan melalui prosedur operasi standar
yang lebih sederhana dan menekankan respons cepat di lapangan. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari mobilitas pelayanan untuk mendatangi warga masyarakat
secara langsung di lingkungan tempat tinggal mereka. Berubah dari pelayanan di
kantor yang statis, LARASITA mengandalkan pola pelayanan bergerak (mobile)
sehingga dapat dikatakan juga sebagai kantor pertanahan yang berjalan. Hal ini
dimungkinkan karena LARASITA menggunakan sebuah mobil yang dilengkapi dengan
fasilitas sistem teknologi informasi dan komunikasi yang terhubung secara on-line
untuk melayani masyarakat dalam bidang pertanahan. LARASITA yang dilengkapi
jaringan internet dan sebagai penunjang operasional lapangan bertujuan untuk
membantu masyarakat yang berdomisili jauh dari kantor pertanahan (BPN) agar
lebih mudah mengurus dokumen kepemilikan tanah. Jika memperbandingkan kedua
prosedur operasi standar (SOP) antara yang diterapkan LARASITA dan BPN/kantor
pertanahan secara umum, prosedur LARASITA menyederhanakan proses di empat loket
kantor pertanahan menjadi satu loket saja untuk kemudian ditindaklanjuti di
kantor pertanahan (back office). Kedua gambar berikut menunjukkan perbedaan signifikan
antara kedua prosedur operasi standar yang dimaksud Perubahan SOP menjadikan masyarakat hanya memerlukan
paling banyak dua kali berinteraksi dengan kantor pertanahan melalui tim
operasional LARASITA, yakni saat mengajukan aplikasi dan peninjauan lapangan
(Baktiar, 2009). Dalam proses ini masyarakat tidak perlu mendatangi kantor pertanahan
karena justru didatangi langsung oleh LARASITA, termasuk penyerahan sertifikat
atau dokumen pertanahan lainnya. Prosedur di kantor pertanahan selain yang diproses
melalui LARASITA bisa menjadikan masyarakat menempuh tiga hingga lima kali
kedatangan ke kantor pertanahan untuk keseluruhan proses pengurusan tanah.
Perubahan SOP menjadikan administrasi pertanahan
LARASITA hanya memerlukan sedikit sumber daya pegawai, yakni seorang manajer
operasional yang mengelola dan mengawasi seluruh kegiatan di lapangan, seorang
operator pemberkasan dan data entry, seorang bendahara, ditambah seorang pengemudi
mobil.
3. Inovasi Produk
Sebagai pelayanan berjalan (mobile), LARASITA
dioperasikan dengan mobil yang dilengkapi sistem aplikasi pelayanan LOC (Land
Office Computerization) yang memanfaatkan teknologi nirkabel/WiFi (online) yang
berfungsi sebagai loket pelayanan (front office) di kantor pertanahan. LOC
(Land Office Computerization) dilengkapi dengan peralatan: a. Central node
(kantor pertanahan), terdiri atas: tower setinggi 60 m, wireless Radio Antenna
Omni2,4 Ghz dan Amplifier outdoor. b. Client node (unit mobil LARASITA), terdiri
atas: laptop mobile, printer, Antenna Grid 2,4 Ghz, Wireless Radio, Optional
Outo Motor Antenna, Swit hub, Amplifier 1000mW outdoor dan peralatan pendukung
lainya. (Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar, 2009)
Dengan penggunaan fasilitas internet, apa yang
terjadi dan diproses dalam LARASITA akan terekam langsung ke kantor. Seluruh tahapan
mulai pendaftaran, data entry dan pemrosesan langsung terekam di kantor pertanahan.
Data dan berkas yang terjadi dalam proses layanan dari mobil langsung terdata
di kantor pertanahan setempat. Keamanan lalu intas datapun lebih terjamin dengan
dipergunakannya Virtual Private Network (VPN) (www.bpn.go.id).
Tidak hanya one-day service, LARASITA menyediakan
pelayanan malam hari. Serupa dengan program reguler pada jam kerja siang hari,
LARASITA malam merupakan layanan yang dilakukan pada malam hari seiring dengan
lahirnya program Layanan Terpadu Malam Hari Pemerintah Daerah.
4. Inovasi Hubungan
Kolaborasi menjadi salah satu simpul kunci pengembangan
pelaksanaan program inovasi LARASITA. Kantor pertanahan/BPN Kabupaten
Karanganyar sebagai instansi vertikal tidak terjebak pada kecenderungan ego
sektoral sehingga melibatkan pemda dalam hal ini merupakan kebutuhan krusial. Selain
saling mendukung dalam penerbitan regulasi, kedua belah pihak juga bersepakat untuk
berbagi beban pembiayaan melalui pos anggaran yang dimilikinya. Kantor
pertanahan/ BPN Kabupaten Karanganyar menanggung pembiayaan dalam biaya
operasional dan pelatihan LOC bagi tim LARASITA, sementara pemda menanggung
beban anggaran penyediaan sarana dan prasarana. Inovasi hubungan ini menjadikan
pola kerja penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Karanganyar
berlangsung dinamis dan produktif, tidak terhambat sekat-sekat kewenangan dan
prosedur birokrasi lainnya. Selain memperkenalkan kebaruan dalam hubungan antar
organ administrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, program LARASITA juga
mengedepankan inovasi hubungan dengan masyarakat. Karena kebutuhannya untuk
menjawab kebutuhan interaksi dengan masyarakat melalui suatu interface,
aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dibuat dalam pola interaksi dua arah
antara unit operator LARASITA dan masyarakat. Selain itu, karena menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi, interoperabilitas dimungkinkan sehingga proses
administratif berjalan real time dengan kantor pertanahan/BPN Karanganyar dan Badan
Pertanahan Nasional (pusat). Pada gilirannya pelayanan dilakukan secara lebih cepat,
one-day service. Kebaruan pola ini menempatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan
yang diakui keberadaannya dibandingkan diposisikan sebagai kalangan pemohon.
Dengan menjemput kebutuhan masyarakat, masyarakat dianggap sebagai subyek yang
dilayani oleh birokrasi, bukan yang melayani birokrasi.