KARYA TULIS ILMIAH
BERSIHKAN KORUPSI,BENAHI BANGSA INI
Oleh :
wira lesmana, moch.ilham, nanang rois
wira lesmana, moch.ilham, nanang rois
dalam lomba
Tingkat Nasional 2010
Universitas Indonesia
Tingkat Nasional 2010
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebahagian
orang menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya dan telah
merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Sebagian lain menyatakan
bahwa korupsi belum membudaya, walaupun harus diakui korupsi telah
sangat meluas. Sebuah laporan Bank Dunia (Bank Dunia, 2003 : 42),
mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki reputasi yang buruk dari segi
korupsi dan menjadi salah satu negara terkorup di dunia. Bahkan dari
laporan Bank Dunia itu (Ibid : 50), menemukan bahwa korupsi di Indonesia
memiliki akar panjang ke belakang yaitu sejak jaman VOC sebelum tahun
1800, dan praktek itu berlanjut sampai masa-masa pasca kemerdekaan. Dari
masa inilah Indonesia mewarisi praktek-praktek seperti membayar untuk
mendapatkan kedudukan di pemerintahan, mengharapkan pegawai-pegawai
menutup biaya di luar gaji dari gaji mereka dan lain-lain. Pada masa
Orde Baru yaitu selama 1967-1998, praktek korupsi ini mendapat dukungan
dan kesempatan luas pada masa itu yaitu dengan memberikan dukungan
kepada pengusaha-pengusaha besar dan membangun konglomerat-konglomerat
baru dan memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas, bahkan memberikan
kesempatan kepada para pengusaha dan kroni Presiden untuk mempengaruhi
politisi dan birokrat.
Sejak
lepasnya pemerintahan Orde Baru, masalah pemberantasan korupsi belum
juga tertangani dengan baik. Niat untuk memberantas korupsi cukup kuat.
Berbagai peraturan dan reformasi perundang-undangan tentang korupsi
dilahirkan, tapi tidak membawa hasil yang memadai. Bahkan banyak korupsi
baru yang terungkap justeru terjadi setelah masa reformasi. Fenomena
ini membuat kita bertanya kembali dari sisi filsafat, sebenarnya apa
yang terjadi dengan korupsi, mungkinkah kita salah mengartikan tentang
apa yang dianggap korupsi dan apa yang tidak korupsi. Kita perlu
berpikir kembali tentang aspek ontologi dan epistemologi dari korupsi.
Namun,
Pemberantasan korupsi melalui lembaga peradilan memang harus dilakukan
terus menerus, dan sepatutnya kalau lebih diintensifkan pada lembaga
penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Dengan lembaga
penegak hukum yang immun dari korupsi, maka para calon koruptor akan
khawatir bahwa hukuman yang akan diterima pasti sangat tinggi. Tetapi
selama lembaga penegak hukum diangap dapat dibeli dengan harga yang
murah, maka korupsi tidak akan pernah berhenti.
Menarik
untuk diketahui, bahwa melakukan pemberantasan korupsi tidak cukup
hanya dengan wacana dan menambah lembaga pemberatasan korupsi, tetapi
yang penting adalah sikap konsisten dalam memerangi korupsi. Korupsi
yang diberantas bukan hanya terhadap orang yang dekat atau dianggap
sebagai lawan politik, tetapi sepatutnya pada lingkaran yang paling
dekat dengan pemerintah dalam hal ini Presiden dan para pembantunya.
Pemberantasan korupsi sekarang ini bukan lagi janji kampanye, bukan pula
alat untuk menjaga image, tetapi pemberantasan korupsi sekarang ini
adalah kebutuhan.
Sebenarnya,
pemberantasan korupsi sekarang ini, harus melalui proses yang baik,
dalam arti harus melalui suatu penyelidikan yang akurat, bukan sekedar
asal sidik. Bebasnya orang diangap dan dicap sebagai koruptor oleh
pengadilan, terutama karena tidak cukup kuatnya bukti yang dijadikan
sebagai bukti bahwa seorang yang didakwa atau disangka melakukan korupsi
benar-benar melakukan korupsi. Kalau terdakwa bebas karena lemahnya
bukti, maka yang harus dianggap melakukan kesalahan adalah Penyidik dan
Penuntut Umum.
Sudah saatnya para ahli dilibatkan mulai dari tahap penyelidikan, bukan hanya pada tahap penyidikan. Keterlibatan ahli ini penting karena para ahli inilah yang akan menilai bukti awal ada atau tidaknya korupsi lebih dahulu. Karena tidak jarang “keahlian penyidik” dalam melakukan penyidikan tidak cukup untuk mengungkap ada atau tidaknya korupsi.
Sudah saatnya para ahli dilibatkan mulai dari tahap penyelidikan, bukan hanya pada tahap penyidikan. Keterlibatan ahli ini penting karena para ahli inilah yang akan menilai bukti awal ada atau tidaknya korupsi lebih dahulu. Karena tidak jarang “keahlian penyidik” dalam melakukan penyidikan tidak cukup untuk mengungkap ada atau tidaknya korupsi.
Oleh
karena itu, selaku pemuda Indonesia kita harus dapat membenahi,
memahami dan mengerti akan keadaan bangsa indonesia saat ini, karena
kita harus Mebersihkan korupsi, untuk membenahi Bangsa ini.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan karya tulis ilmiah ini yaitu untuk memahami peran
para pemuda dan masyarakat menanggapi korupsi di Indonesia ini.
Menambah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang politik. Menggambarkan
secara umum mengenai korupsi Indonesia, menganalisa kondisi, jenis,
bahaya serta dampak yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut. Serta
mencari solusi tepat dan cermat terhadap permasalahan korupsi secara
sederhana.
1 3 Rumusan Masalah
Berbicara
tentang korupsi tentunya mengundang banyak pertanyaan dan permasalahan.
Banyak hal-hal yang belum terungkap. Oleh karena itu, di dalam karya
tulis ilmiah ini penulis mencoba mengangkat beberapa permasalahan, yakni
: apa pengertian korupsi, bagaimana kondisi korupsi di indonesia,
bagaimana perkembangan korupsi di indonesia, apa penyebab terjadinya
korupsi, apa saja dampak dari korupsi dan bagaimana cara mengatasi korupsi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Sebelum kita beranjak lebih jauh, alangkah baiknya jika kita memahami pengertian korupsi. Sebagaimana yang telah kita ketahui, Korupsi dalam bahasa Latin ialah : corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
- penggelapan dalam jabatan;
- pemerasan dalam jabatan;
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi
yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan
kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting
untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan.
Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Ontologi Korupsi
Menurut
Baharuddin Lopa (Baharuddin Lopa & Moh. Yamin, 1987 : 6),
pengertian umum tentang tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana
yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta
perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan
atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kepentingan
rakyat. Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU 31/1999),
memberi pengertian tentang tindak pidana korupsi adalah “perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” atau “perbuatan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain serta dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara”. Termasuk dalam pengertian tindak korupsi adalah suap terhadap
pejabat atau pegawai negeri.
Epistemologi Korupsi
Metodelogi
yang mendasari pengertian korupsi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang pemberantasan korupsi tersebut sangat mempengaruhi rumusan
atau batasan apa yang dimaksud korupsi sebagai sebuah kejahatan dan
oleh karena itu harus dihukum. Dengan dasar apa rumusan tersebut diatas
dibuat, apakah hanya karena anggapan dari pembuatn undang-undang saja
atau dari hasil sebuah penelitian yang merangkum pandangan masyarakat
tentang korupsi. Nampaknya beberapa persoalan metodologis seperti ini
tidak tergambar dengan jelas dalam rumusan undang-undang tersebut.
Paling mungkin yang terjadi adalah rumusan tersebut berasal dari
pandangan para ahli atau pandangan dari pembentuk undang-undang saja dan
tidak melalui sebuah proses penelitian atas pandangan masyarakat
tentang korupsi. Apa yang secara tepat disebut korupsi dari sudut
pandang pekerjaan berokrasi bisa berbeda dengan sisi pandangan
masyarakat. Karena itu, bisa saja suatu perbuatan adalah korupsi menurut
pandangan masyarakat tetapi dari pandangan cara kerja birokrasi hal itu
bukanlah korupsi.
2.2 Kondisi korupsi
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia
belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam
perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga
ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Hasil
survei melalui telepon ini menunjukkan, meski kita sudah di alam
reformasi, justeru praktek korupsi dinilai makin menjadi-jadi.
Dibandingkan tahun lalu maupun dibandingkan masa Orde Baru delapan tahun
lalu. Selain itu, masyarakat menilai pemberantasan korupsi sekarang ini
masih belum serius karena masih cenderung tebang pilih.
Bagaimana praktek korupsi di Indonesia banyak atau semakin sedikit?
Sumber:Survei Litbang Media Group
Survei menanyakan pendapat masyarakat, bagaimana praktek korupsi di Indonesia, apakah semakin banyak atau semakin sedikit?. Hasilnya, ternyata mayoritas menjawab semakin banyak 57%. Yang menjawab semakin sedikit yaitu 23%.
Setuju atau tidak setuju bahwa pemberantasan korupsi sekarang tebang pilih?
Sumber:Survei Litbang Media Group
Sumber:Survei Litbang Media Group
Survei Litbang Media Group ini juga menanyakan pendapat responden, apakah setuju pemberantasan korupsi di Indonesia sekarang cenderung tebang pilih. Beberapa orang diseret ke pengadilan. Sementara beberapa lainnya bisa lepas dari jeratan hukum karena mendapat perlindungan politik dari pihak tertentu. Hasil survei menunjukkan, mayoritas 72% menjawab setuju pemberantasan korupsi sekarang tebang pilih. Hanya 21% yang menjawab tidak setuju.
2.3 Perkembangan korupsi
Korupsi
itu bukan fenomena yang baru di dunia ini. Sejak merdeka tahun 1945
sampai dengan tahun 1958 ( selama 13 tahun ) belum ada undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang mungkin dikarenakan barang
kali pada waktu itu belum ada pegawai negeri korupsi, mungkin
orang-orang pada waktu itu masih jujur , taat terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. Kalau ada perbuatan oleh pegawai negeri yang
merugikan negara cukup diadakan penyelesaian secara damai yang diatur
dalam Kitab UU.Hukum Perdata dan ICW Pasal 74 Tuntutan Ganti Rugi
(TGR) serta Pasal 77 sampai dengan 86 Tuntutan Perbendaharaan (TP).
Korupsi
di Indonesia juga sudah tentu bukan juga masalah baru. Banyak cerita
sejarah yang bisa dibaca dan menuliskan bahwa korupsi itu selalu ada
dalam setiap pemerintahan. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Banyak Team
atau Lembaga dibentuk untuk memberantas korupsi, mulai dari tahun
1957-an sampai masa pemerintahan SBY-JK. Banyak peraturan dilahirkan
untuk memberantas korupsi, tetapi Indonesia tetap tercatat sebagai salah
satu Negara yang sangat korup di dunia. Dalam catatan Transparansi
Internasional misalnya, sejak tahun 1998 Indonesia termasuk Negara yang
meraih posisi 10 besar Negara terkorup di dunia. Sehingga tidak salah
kalau Almarhum Bung Hatta ditahun 1970 an menyatakan bahwa korupsi di
Indonesia sudah membudaya. Hal ini tercermin dengan banyaknya kosa kata
yang digunakan dan dianggap sebagai pengesahan korupsi seperti uang
rokok, uang lelah, biaya kemitraan, biaya transportasi, tanda
terimakasih. Kalau saja pernyataan Almarhum Bung Hatta ini benar, maka
berarti bangsa ini sudah berangapan bahwa korupsi itu adalah satu hal
yang wajar, satu hal yang pantas dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Korupsi sama dengan kebutuhan
menghirup udara, makan dan minum, semua dianggap sebagai satu
keniscayaan, sebagai aktifitas yang lumrah dan tidak tercela.
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie
dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di
tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim
ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31
Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke
dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah
lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
Jadi,
sangat jelas bahwa korupsi mulai mengancam negara kita sejak dulu,
Fakta yang tidak terbantahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia bukanlah hal yang baru.
2.4 Sebab-sebab korupsi
Penyebab
adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan
tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian
korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
/kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang
menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
- Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
- Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
- Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
- Kurangnya pendidikan.
- Adanya banyak kemiskinan.
- Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
- Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
- Struktur pemerintahan.
- Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
- Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di
luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban.
Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Lain
lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang
menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni
proyek pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan,
pemberian izin usaha, dan fasilitas kredit perbankan.
Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
- Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
- Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
- Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
· Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
· Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
· Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
· Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
· Mereka
yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan itu.
· Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
2.5 Dampak korupsi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan
perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan,
korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan
ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen
dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian
atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang
baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat
untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru
2.6 Solusi pembenahan korupsi
Setiap masalah, pasti ada solusinya. Begitu kata pepatah. Pemuda bunga bangsa, peran kita harus nyata berperang terhadap korupsi dengan mensosialisasikan bahaya dan gerakan anti korupsi serta bukti bahwa kita pelajar bebas dari korupsi dan tindakan sejenisnya, lalu ditularkan kemasyarakat dan pada saatnya kita akan menjadikan Indonesia menjadi negara bebas korupsi. Masa depan negeri ini bergantung pada kemauan masyarakatnya dan peran pemuda mengubah diri. Ada beberapa
hal yang harus dicermati khususnya oleh penegak hukum yaitu jenis
korupsinya apakah perorangan atau berjamaah. Untuk yang perorangan
mungkin mudah dalam hal penanganannya, namun untuk korupsi yang
berjamaah dalam suatu sistem tentunya tidak mudah dan dalam hal ini
tentunya tidak adil apabila hanya pada lini atas saja yang dipangkas.
Contoh kasus yang terjadi pada departemen xxx yang sekitar 6 bulan lalu
marak ditampilkan di layar televisi, saya melihat korupsi yang terjadi
adalah suatu bentuk korupsi yang tersistem dan sangat tidak sesuai
apabila yang dihukum hanya lini top manajemen, karena hal itu tidak akan
mematikan korupsi yang ada.
Menurut saya ada beberapa hal yang dapat dilakukan supaya dapat meminimalisasi terjadinya kasus korupsi, yaitu :
- bentuk sistem dengan blue print tugas pokok, fungsi dan aturan yang jelas
- bentuk suatu badan yang memiliki legalitas untuk melakukan audit
- berikan reward dan punishment yang jelas mulai dari bawah sampai lini atas.
- perhatikan tingkat kesejahteraan pegawai sesuai dengan besar tanggungjawab yang diembannya, tanpa adanya kesejahteraan yang memadai kemungkinan terjadinya korupsi sangat besar.
Keadaan
itu masih bisa diperbaiki, asalkan kita mau berusaha memperbaikinya,
dengan hati yang bersih dan niat yang ikhlas, terutama turut
berpatisipasi sesuai dengan kebijakan hokum yang berlaku.
Pemberantasan
korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku
tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana
korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui
pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 SIMPULAN
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Meski
kita sudah di alam reformasi, justeru praktek korupsi dinilai makin
menjadi-jadi. Dibandingkan tahun lalu maupun dibandingkan masa Orde Baru
yang lalu. Selain itu, masyarakat menilai pemberantasan korupsi sekarang ini masih belum serius karena masih cenderung tebang pilih.
Korupsi
di Indonesia juga sudah tentu bukan juga masalah baru. Banyak cerita
sejarah yang bisa dibaca dan menuliskan bahwa korupsi itu selalu ada
dalam setiap pemerintahan.
Solusi untuk menangani korupsi adalah dengan 4 prosedur yaitu :
- bentuk sistem dengan blue print tugas pokok, fungsi dan aturan yang jelas
- bentuk suatu badan yang memiliki legalitas untuk melakukan audit
- berikan reward dan punishment yang jelas mulai dari bawah sampai lini atas.
- perhatikan tingkat kesejahteraan pegawai sesuai dengan besar tanggungjawab yang diembannya, tanpa adanya kesejahteraan yang memadai kemungkinan terjadinya korupsi sangat besar.
Tentang
penanganan terhadap pelaku korupsi, tentunya uang hasil korupsi harus
dikembalikan secara penuh dan proses hukum terus berjalan.
3.2 SARAN
Dalam
penanganan masalah korupsi ini dibutuhkan kerja sama dari berbagai
pihak yang terkait seperti pengamatan atau patroli oleh para penulis,
baik yang amatir maupun yang sudah professional, Membaca surat kabar
yang beredar, dan Juga dengan melibatkan fasilitas internet untuk
mencari masalah dalam karya tulis Ilmiah ini, selain itu juga dukungan
dari semua pihak yang terkait dalam pembentukan karya tulis Ilmiah ini.
Pemerintah
pun dapat mengambil langkah dengan menetapkan peraturan ataupun
undang-undang tentang permasalahan korupsi yang pada saat ini belum
berjalan lancar.
Sebagai
pelajar, kita harus mengenali, memahami dan mengerti tentang korupsi
khususnya di Negara kita ini dan dampak yang terdapat di dalamnya, demi
meningkatkan kualitas pelajar dan mungkin saja kita bisa menemukan
solusi-solusi praktis terhadap penanganan korupsi.
Kenali bahayanya dan lakukanlah apa yang bisa kita lakukan demi kemajuan bangsa yang lebih baik di masa yang akan datang.
LAMPIRAN
Berikut adalah lampiran tentang korupsi di indonesia :
Gambar tersebut ialah ilustrasi dari para tindak pidana Karena kita harus Bersihkan Korupsi, Untuk Benahi bangsa ini.
Gambar tersebut adalah lustrasi bahwa tikus adalah tindak pidana korupsi di Indonesia dan harus kita berantas.
Gambar
di samping ialah salah satu lembaga yang dibentuk pemerintah yang
tugasnya memberantas korupsi khususnya yang ada di Negara Indonesia
Pemuda
bisa apa di hadapan penguasa ? Belum cukup umur untuk mengatur. Hanya
mampu sekedar saran walau kalau diterapkan akan berkadar emas. Solusi
korupsi ini bukti bahwa saya pemuda, peduli dengan korupsi
TINJAUAN PUSTAKA
Baharuddin Lopa & Moh Yamin,(1987) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang No. 3 tahun 1971) Berikut Pembahasan serta Penerapannya Dalam Praktek, Alumni, Bandung .
Budi Hardiman, F.(2004), Filsfat Modern, Dari Machiavelli Sampai Nietzhe, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Donald Walters, J.,(2003), Crisis in Modern Thought, Menyelami Kemajuan Ilmu Pengetahuan Dalam Lingkup Filsafat dan Hukum Kodrat, Pt Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bank Dunia (The World Bank),(2003), Memerangi Korupsi di Indonesia, Kantor Bank Dunia Jakarta.
United
Nations Convention Against Corruption (2004), (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa menentang Korupsi, 2003), Forum Pemantau Pemberantasan
Korupsi, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Link Terkait:
BIODATA PENYUSUN
A. Siswa :
1. Nama : Mochammad Ilham Abdul.F
Tempat/Tanggal Lahir : Cimahi, 06 November 1994
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Golongan Darah : A
NIS : 091010083
Kelas : RSBI X - 3
Sekolah : RSBI SMA Negeri 1 Cisarua Bandung
Alamat Rumah : Jl.Botani dalam 1 Nomor 10 RT/RW 05/15 Komp.Tani mulya kabupaten Bandung Barat 40552.
Alamat Sekarang : Asrama Bina Siswa SMA Plus Yayasan Darmaloka Prov. Jawa Barat. Jl. Terusan Kolonel masturi No.64 Cisarua Kab.Bandung Barat Tlp/Fax (022) 2700397
2. Nama : Nanang Rois Adnan
Tempat/Tanggal Lahir : majalengka, 28 Juni 1994
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Golongan Darah : B
NIS : 091010022
Kelas : RSBI X - 1
Sekolah : RSBI SMA Negeri 1 Cisarua Bandung
Alamat Rumah : Desa Beusi Blok Rabu RT/RW 04/04 Nomor 21 –Ligung Kab.Majalengka.
Alamat Sekarang : Asrama Bina Siswa SMA Plus Yayasan Darmaloka Prov. Jawa Barat. Jl. Terusan Kolonel masturi No.64 Cisarua Kab.Bandung Barat Tlp/Fax (022) 2700397
3. Nama : Wira lesmana
Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 11 Juni 1993
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Golongan Darah : -
NIS : 091010095
Kelas : RSBI X - 3
Sekolah : RSBI SMA Negeri 1 Cisarua Bandung
Alamat Rumah : Kampung Bojong jengkol, RT/RW 02/10 Nomor 59
Desa Cilebut Barat – Sukaraja
Kab.Bogor 16310
Alamat Sekarang : Asrama Bina Siswa SMA Plus Yayasan Darmaloka Prov. Jawa Barat. Jl. Terusan Kolonel masturi No.64 Cisarua Kab.Bandung Barat Telp/Fax (022) 2700397.
Pembimbing:
Nama : Yayah Mardiyah S.Pd
Tempat/Tanggal Lahir : Subang, 14 Oktober 1965
Jenis kelamin : Perempuan
NIP : 131767636
Alamat Rumah : Jl. Cihanjuang No 95 Rt 02 Rw 19 Cimahi
Telepon : (022) 6644763/08122067884
Pangkat/Golongan : Pembina, IVa
Unit Kerja : SMA Negeri 1 Cisarua Bandung
Alamat Kantor : Jalan Kolonel Masturi 64 Cisarua Bandung Barat
Telepon kantor : (022) 2700050
Bidang Keahlian : PBM Geografi SMA
PROFIL SMAN 1 CISARUA
Prestasi yang pernah Dicapai :
2008 Juara II LKTI Ekonomi “Potensi Ekonomi di Jawa Barat”
tingkat Jawa Barat.
2009 Juara I LKTI Hari Lingkungan Hidup tingkat Nasional.