BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara
hukum dengan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itulah rakyat
memiliki kekuasaan tertinggi. Dimana Partai politik memainkan peran penghubung
yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Pasal
22E ayat (3) UUD NRI 1945 memberikan peran konstitusional kepada partai politik
sebagai peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan, serta Pasal 6A ayat (2)
menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu untuk
mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu langsung
dilaksanakan pertama kali pada tahun 2004 kemudian tahun 2009 dan 2014 sesuai
dengan amanat Pasal 22E UUD NRI 1945 untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan wakil
Presiden, dan DPRD secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap
lima tahun sekali.
Persyaratan pencalonan
Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia yang diatur dalam Pasal 6 UUD NRI 1945
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2008, yang merupakan ketentuan
Penyelenggaraan Pilpres di Indonesia, hingga kini masih memiliki permasalahan
sehingga dibutuhkan Revisi UU Pilpres antara DPR, Akademisi, maupun Masyarakat.
Adapun diantaranya mengenai ketentuan yang mengatur tentang syarat Pencalonan Presiden
dan Wakil Presiden pada Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 mengenai ketentuan ambang
batas calon Presiden atau diistilahkan Presidental
Threshold (PT), yang menyaratkan bahwa: “Pasangan calon diusulkan oleh Partai
politik maupun gabunga partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (Dua Puluh Persen) dari jumlah kursi di DPR
atau memperoleh 25% (Dua Puluh Lima Persen) dari suara sah nasional dalam
pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden”.
Nazaruddin (2009) dalam karyanya yang berjudul Kebijakan Multipartai Sederhana Dalam Undang-Undang Pemilu. Menurutnya “Presidential Threshold ini menjadi salah
satu cara Penguatan sistem Presidensial melalui penyederhanaan partai politik. Tujuannya
menciptakan pemerintahan yang stabil dan tidak menyebabkan pemerintahan yang
berjalan mengalami kesulitan didalam mengambil kebijakan dengan lembaga
legislatif”.
Bertentangan dengan
pendapat seorang pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang menerangkan bahwa
“Presidential Threshold yang terdapat
dalam Pasal 9 UU Pilpres, keliru dan bertentangan dengan Pasal 6 A
Undang-Undang Dasar 1945. Presidential
Threshold sebesar 20 persen dalam UU Pilpres hanya akan membatasi hak
politik warga negara untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan mempersempit
ruang bagi rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas serta
bertentangan dengan sistem Presidensial dan cenderung bersifat sistem
parlementer”.
Mahkamah Konstitusi
telah mengadakan sebanyak 3 putusan mengenai pengujian terhadap Pasal 9 Undang-Undang
No. 42 Tahun 2008 tentang pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang
dianggap bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI 1945) diantaranya Putusan MK Nomor
51-52-59/PUU-VI/2008, Putusan MK Nomor 14/PUU/XI/2013 dan Putusan MK Nomor
108/PUU-IX/2013.
Dalam Putusan MK Nomor 14/PUU/XI/2013
yang mengabulkan permohonan pemilu serentak antara pemilu legislatif dan
eksekutif di tahun 2019 membawa aneka penafsiran terhadap eksistensi ketentuan Presidential Threshold pasca putusan tersebut.
Yusril Ihza Mahendra melakukan pengajuan uji materi penghapusan ketentuan PT
dan berpendapat dengan dikabulkannya Pemilu Serentak oleh MK pada Putusan MK
Nomor 14/PUU/XI/2013 maka PT juga otomatis tidak bisa lagi dijadikan dasar
untuk pemilu serentak 2019 dan inkonstitusional.
Oleh karena itu, apakah
Pasal 9 UU No. 42 tahun 2008 tentang ketentuan Presidential Threshold (PT)
masih diberlakukan atau dihapuskan saja untuk pemilu serentak tahun 2019 ?.
Permasalahan perbedaan pandangan,
pertentangan serta putusan MK mengenai Ambang Batas Presiden (PT) dikaitkan
dengan dikabulkannya permohonan Pemilu Serentak 2019 diataslah yang
melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk mengkaji hal ini lebih dalam.
Adapun judul yang dipilih yaitu EKSISTENSI
KETENTUAN PRESIDENTIAL THRESHOLD (PT)
DALAM PEMILU SERENTAK 2019.